Rabu, Juli 22, 2015

Antara Omongan dan Ujian

Bertahun-tahun lau...ah entah berapa tahun, yang jelas sudah sangat lama sekali, seorang teman pernah bercerita. Suatu hari ia mengisi majelis remaja putri di suatu kampung. Saat itu pembahasan yang dia pilih adalah tentang jin dan syetan. Utamanya karna di daerah tersebut seringkali terkenal dengan 'angker'. Tentu saja, dia menerangkan bahwa memang alam ghaib itu ada, bahkan kita wajib mengimani yang ghaib dengan tetap menjaga iman kita, mendekatkan diri pada Allah, dan seterusnya.
Nah, sepulang dari majelis tersebut, saat itu mendekati magrib, benar saja, Allah langsung menguji ucapannya. Di tengah jalan sepi dan kerap dianggap angker itu dia mendegar suara terbahak-bahak. (duh, rada merinding nulisnya..haha). Jelas bukan manusia, karna kanan kiri jalan itu adalah sawah yang membentang. Spontan dia pacu gas motornya sambil terus berdzikir.

"Wah, Din, ternyata Allah langsung kasih ujian apa aku sesuai yang aku omongkan. Baru beberapa menit berdakwah, langsung komitmenku diuji. Baru beberapa menit berucap, omonganku langsung ditempa." ungkapnya pada saya saat itu.


Hari ini, mungkin dia sudah lupa pernah menceritakan pengalaman tersebut, tapi entah kenapa, cerita sederhananya itu justru membuka satu hikmah bagi saya.

Hikmah besar itu ada di surat Al Ankabut
Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan:”Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi?[2]. Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.

Nah loh, apa hubungannya?
Kalo bahas ayat saya ga punya ilmu. Dan bukan itu yang mau saya bahas. Tapi sekedar sharing saja, bahwa kami, saya dan suami berkali2 mengalami ujian iman tersebut.

Dan hari ini, sangat terasa sekali ujiannya.
Ini bukan tentang klaim keimanan, tapi tentang diskusi yang sempat kami lakukan kemarin tentang riba. Iya RIBA, Satu hal yang menggalaukan kehidupan rumah tangga yang pengen menambah kebutuhannya.
KPR rumah, leasing kendaraan, sampai ranah investasi tabungan.
Galau karna lembaga keuangan mana yang tak menarik tambahan pada pinjamanya di jaman sekarang ini? Galau juga kalo ngga minjem mau beli pake daun... (hhihi).

Saya dan suami panjang lebar membahas ini. Tapi karna kami toh bukan ahli fiqh, apalagi ahli ekonomi, ya bekal kami cuma baca terjemahan Qur'an saja yang senyatanya, sejelas-jelasnya, tanpa basa basi, Allah larang itu yang namanya riba.
Maka pada kesimpulannya, adalah sabar dan syukur jadi solusinya. Selama masih ada lapang dalam rizki, ringan dalam ibadah, cukuplah ikhtiar sesuai tuntunan saja, biar Allah urus sisanya. Klasik. Tapi lagi2, ini memang tentang orientasi kehidupan, tentang keyakinan, jadi kadang memang berbuah pada isu yang sensitif.

Dan benar saja....
Belum ada 24 jam, langsung ada tawaran KPR dengan dp murah dan cicilan ringan. Saya dan suami ketawa sendiri. "Tuh kan bi, kalo kita komit mau ikut Allah, ga usah susah nyari godaanya...nih sudah disediain langsung ga sampe 24 jam.." :))

Itu ujian pertama, lolos tanpa galau. Sudah mantep di hati atas ijin Allah.

Tapi tak cukup di situ..
Bada isya' tadi, terdengar suara penjual sesuatu di depan rumah. Entah apa, karna tak ada biasanya.
Setelah cukup dekat, terdengarlah seseorang menjajakan keset kain. Keset? di malam seperti ini. Tak lumrah memang.
Lalu seketika suami ingat tadi saat di masjid memang ada penjual keset. Masih muda, memanggul keset2nya entah dari mana, dan sempat suami lihat ia memasang 2 keset di teras masjid. Entah dibeli takmir atau dia sedekahkan. Kami beranggapan dia bersedekah saja, karna suami melihatnya saat itu usai sholat dan jamaah sudah bubar.

"Beli aja yok, bi.. Siapa tau bisa buat ongkos pulang" kataku iseng pada suami.
Belum selesai makan malamnya, suami segera memanggil si tukang keset.
Terjadi percakapan di teras depan. Saya mengintip dari dalam, terlihat si tukang keset tertunduk, mengusap matanya, tapi tak begitu jelas apa yang sedang dibicarakannya.
Ah, mungkin dia memang butuh ongkos, pikirku...
Lalu masuklah suami ke dalam. Mengambil beberapa lembar rupiah uang belanja kami. Kemudian keluar. Pamitlah si tukang keset dan suami masuk dengan membawa 7 buah keset. 
Saya melongo? 
Lhah, 7 keset?? rumah kami saja pintunya tak sampe 7.
Saya yang sudah tau kebiasaan suami yang kerap kali "tuku welas", cuma bisa nanya:
"Abangnya kehabisan ongkos ya,bi? Atau belum juga laku?"

Suami menarik nafas sejenak..
" Tadi abang cerita kalo dia hrs setor ke bosnya. Padahal keset nya cm laku beberapa, bisa2 dia ga bawa pulang uang untuk anaknya. Tadi dia sambil nangis2 gitu. Bismillah ya,mi..terlepas apakah abang tadi jujur atau tidak, kita niatkan saja membantu."

Saya tersenyum melihat isi dompet yang tak jadi berpindah ke tukang sayur,beras dan printilan rumah tangga lain. 
"Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah." (Al Baqarah 276)

"Tidak cukup dengan menolak peluang riba, tapi menguji apa kita rela merelakan sebagian harta di jalanNya. Ya kan,abi? "

"Maaf ya,umi..."ungkapnya

"Haiyah..besok pagi tinggal cari atm we lha kok angel...Bsok skalian distribusiin keset2nya ya bi..sambil jalan2 juga" jawabku.

Ah, Allah memang Maha Penyempurna. Saat niat terbersit dalam hati, ujian niat tersebut langsung datang dariNya. Masihkah bertahan dalam keyakinan, atau berbelok demi dunia.


--------
Kejadian ini saat Fatih masih 39 minggu di rahim. Sibuk mondar mandir jalan tiap pagi dan malam hari. 



Rabu, Juli 15, 2015

ANAK




#Anak adalah adalah amanah yang harus dijaga, agar ia tumbuh mengenal Rabbnya
#Anak adalah fitnah, bila ia menjauhkan orangtuanya dari Rabbnya.
#Anak adalah rejeki, bila ia makin membuat orang tuanya dekat dengan Rabbnya.
#Anak menjadi cobaan, bila ia tumbuh tak mengenal Rabbnya.

Smg kita termasuk orang tua dan calon orng tua yanh dianugrahi anak sebagai rejeki, harta yang kelak bisa dibawa mati, penerang kubur yang sempit nan gelap. Aamiin.

-ummumashka

#abaikan merk notesnya smile emoticon.

Senin, Juli 06, 2015

Selamat milad kedua, le...



Saat raga memang tak mampu lagi bersua..
Biar lirih kata yang terangkai dalam doa
yang jadi penggantinya...

Ayah ibu mana yang tak rindu..
saat buah hati harus pergi terlebih dahulu..
Ayah ibu mana yang mampu menepis air mata..
saat buah cinta harus menjadi satu dari penghuni surgaNya..
Dan, ayah ibu mana yang tak bahagia,
kala menyadari Allah tak pernah ingkari janjiNya...

Maka, meski kesedihan pernah merenggut rasa,
kesepian pernah hampir meminta binasa saja,
Allah tak pernah cabut karunia.
Hadirmu mungkin memberi bahagia,
tapi pergimu penyampai hikmah dan hidayah yg mencahaya...

Kini pendar iman menyelimuti jiwa,
rumah dan seisinya...
Jannah jadi tujuan utama,
dan dunia menjadi terasa hina..
Amanah baru segera hadir,
adikmu pembawa bahagia sebentar lagi lahir.
Tapi ia tak pernah menggantikan,
tapi melengkapi puzzle dalam rangkaian.

Dua tahun lalu..
ketika bulan penuh di ramadhan..
Engkau hadir..
Kemudian pergi begitu cepat.
Tak pernah terbersit, bahwa itulah wujud cinta Rabb kita..
Yang mencabut kufur lagi futur dalam diri orangtuamu..mencabut cintanya pada dunia..
mencabut cinta kami padamu yg hanya fana.

Dan rencana terbaiknya..
menarikmu di sisiNya..
dan menghinakan dunia di mata ..
menarikmu ke sisiNya
dan menjadikan rindu surga dalam dada..

Selamat milad, anakku..
Terimakasih telah menjadi simpanan bagi kami.
Kebaikan telah meliputimu kini..
dalam syurga nan didamba.
Tak ada doa selain agar kami pantas
membersamaimu kelak.
Biar rindu jadi cambuk iman ...
Biar rindu jadi ketertundukan yg semakin dalam pada Rabb kita.
Biar rindu jadi pengobar semangat juang meraih syurga...

-ummumashka- (15 ramadhan 1436h)

Senin, Februari 02, 2015

Ibu Dahsyat #1

Wanita mana yang tak ingin disebut Ibu Dahsyat? Mendengar istilahnya saja rasanya terasa hebat.
Lalu apa itu ibu dasyat?

Sebelumnya, mari kita buka kembali Kitabullah dan membaca Surat Faathir ayat 32

Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan diantara mereka ada yang petengahan dan diantara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar.
(QS: Faathir Ayat: 32)

Dalam ayat tersebut Allah menggolongan hambaNya menjadi 3 golongan. Dan ternyata, hal tersebut sejalan dengan penelitian yg dikemukakan oleh Paul Stoltz.

Paul membagi manusia menjadi tiga dalam analog mendaki gunung.

Tipe pertama adalah Quitters atau mereka yang keluar dari pertarungan. Inilah yang Allah sebut sebagai mereka yang mendzolimi diri sendiri.
Orang-orang ini mudah putus asa jika menemui rintangan, dan kemudian berhenti di tengah pendakian. Dalam kehidupan nyata, orang-orang seperti ini sangat pesimis dan mudah menyerah sehingga jauh dari kata sukses.
Dalam konteks ibadah, fujurnya lebih besar daripada taqwa.

Tipe kedua adalah Campers atau mereka yang berkemah. Mereka yang Allah sebut pertengahan yaitu Orang-orang yg berhenti ditengah jalan. Pendakian tidak selesai, tapi mereka mersa sudah berhasil meskipun belum sampai ke puncak. Tipe ini lebih baik disbanding tipe Quitters karena berhasil menyelesaikan beberapa tantangan meskipun tidak semuanya. Dalam kehidupan nyata, orang-orang seperti ini adalah yang cepat puas meskipun belum mencapai hasil yang maksimal dan masih tersimpan banyak potensi untuk bisa melangkah lebih jauh.
Dalam konteks ibadah, fujurnya sama dengan taqwa.

Tipe ketiga adalah Climbers atau mereka yang terus mendaki. Inilah orang2 yang lebih dulu berbuat kebaikan. Sabiqun bil khairat. Orang-orang ini selalu berpikiran positif, tidak pernah menyerah, terus melangkah dan berjuang sampai akhirnya mencapai puncak gunung. Dalam kehidupan nyata,orang-orang inilah yang terus bergerak maju dan melihat tantangan sebagai peluang. Jika rintangan adalah malapetaka bagi orang lain, maka bagi mereka adalah berkah, karena itulah yang akan membawa mereka naik ke puncak. Inilah orang-orang yang akan sukses mengejar impian-impiannya.
Dalam konteks ibadah, fujurnya lebih kecil daripada taqwa.

Lalu konsep hidup yang manakah yang paling baik?
Ya, climber. Sabiqun bil khairat. Itulah konsep hidup yang seharusnya melekat pada sosok ibu yang darinya akan lahir generasi-generasi pembaharu dan tentu saja penegak Islam.

Menjadi pembelajar. Tiba-tiba saja saya jadi ingat salah seorang teman yang baru saja meluncurkan buku tentang seorang ibu pembelajar. Next time kita review ya..kalo sudah baca ^^

Oke, kembali ke hape (karna ngeblognya pake hape)

So, inilah beberapa indikator ibu dahyat menurut pembicara (Teh Deri) SCI:

1. Tangguh
Tangguh disini tak hanya sekedar pada fisik, namun juga fikiran dan terutama hati. Hati yang tangguh adalah hati yang senantiasa Lillah, menjadikan segala tujuan adalah Allah.

2. Tanggap
Seorang ibu harus mengerti apa yang di dengar  kemudian melakukan apa yang harus dilakukan sesuai dengan kondisi yang dihadapi.
Tanggap pada kondisi saat menghadapi suami, anak, mertua, bahkan tetangga dan sahabat.
(Pengalaman hampir 5 tahun menikah, poin ini cukup sulit dan harus terus menerus diasah. Ga jarang ketidakmampuan kita tanggap pada lingkungan sekitar dapat menimbulkan akibat-akibat lain setelahnya, yang rata-rata tidak menyenangkan...hiks..)

3. Terampil
Kaya ilmu, ketrampilan, dan keahlian.
Seorang ibu yang terampil, minimal memiliki 5 ketrampilan.
(Belum dijelaskan apakah kita hra expert dalam ketrampilan2 tersebut atau sekedar bisa)

Well, ini sekilas info hasil materi SCI (Sekolah Calon Ibu) yang dua bulan ini bakal saya ikuti. In Sya Allah akan sharing materinya di blog. Semoga menjadi manfaat bagi semua, dan menjadi doa agar kita bisa menjadi satu dari sekian ibu dahsat di negri ini. Aamiin.




sumber: Teh Deri (Pembicara SCI)
rumahpintar-kembar.com

Rabu, Januari 14, 2015

Kapan Nulis Lagi?

*muncul dari tanah*
Rada serem ya... tapi bener..ini uda lama bgt sejak tulisan terakhir. Dan tetiba, setelah iseng2 ngebaca blog orang -yang ga sengaja nemu pas cari info harga tes torch di jogja-, ada gemerisik (ciehh) rindu akan blog sndiri yang lama tak ditengok.

Sebenernya si abi beberapa waktu lalu sempet ngingetin, malah mau beliin laptop baru dengan dalih biar bisa nulis lagi. Girang donk sayanya... ^^ Ahaha, etapi kan manajer keuangan kan di tangan saya, jadi mulai dari cashflow sampe budget anggaran masa kini dan masa depan saya yang ngerti. Doski mah taunya kerja dapet uang. Meski girang, tapi ga saya acc jg. Lah, secara sekarang lagi off produksi, jadi sumber rejeki cuman ngandelin Abi. Biasanya gitu juga dink.. wong kerjaan cuman cukup buat jajan kita aja...hhehe..
Back to nulis. Yach, jujur banget nget ya.. memanglah uda lama ga nulis (selain nyetatus..duh!). Ada beberapa rencana proyek buku pun belum bikin plot. Padahal.kalo dibilang pengen sih iya pake banget. Punya karya yg diterbitkan, dengan kelas menulis super abal2 ala diary gini, uda prestasi yang oke banget.

Tapi entah kemana perginya nyali saya. Rasanya ada ketakutan tersendiri saat menulis. Saya bukan tipikal.sastrawan, saya ini tipikal "gampang dipengaruhi". Nah itu masalahnya. Jadi tiap nulis, saya ga bisa konsisten dengan gaya bahasa dan tulisan saya. Kenapa? Karna itu pasti tulisan saya tergantung pada buku/ tulisan yang baru saya baca saat itu.

Contohnya ya, saat sedang asyik masyuk dengan buku2 ustadz Salim AFillah, tulisan yang saya hasilkan bisa puitis dan 'mendayu-dayu' seperti tulisan beliau.
Nah giliran saya, misalnya habis baca blognya Radityadika, tulisan Arham kendari, dan sejenisnya, maka tulisan dan bahasa saya bisa 'njomplang' 180 derajat kaya tulisan mereka yang rata2 gokil dan nyeleneh.

Baiklah, saya cukup merasa diri ga punya pendirian dalam tulis menulis karna ini. Hasilnya, jangankan pembaca, saya aja ngerasa bingung...
Selabil inikah saya? Hiks..#merunduk sedih

Jadi kapan saya bisa nulis lagi...
jawabannya hanya Allah yang tau..
Mohon kritik dan sarannya.. Meski saya tau, pembaca tulisan saya tak banyak, silahkan kritik dan beri saran..
Terimakasih... ^^