Cerita kali ini masih berkaitan dengan postingan sebelumnya tentang seorang ibu yang tiba-tiba datang menemuiku di rumah ibuku.
Selain menceritakan kegelisahan keponakannya tentang hijab, dia juga menceritakan kegalauan hidupnya.
Fyi, ibu K ini cukup membuat kapok tokoh warga kampung gegara kebohongan yg dulu pernah dilakukannya. Pun juga warga kampung yang memberinya 'cap' piawai bermain watak.
Bukan tuli, akupun mendengar banyak bisik-bisik tentangnya di luar sana. Tapi tetap saja, aku memiliki kewajiban untuk menghormatinya selaku tetangganya. Maka ketika ia menawarkan apakah ia boleh bertanya padaku, aku mencoba mengosongkan pemikiranku akan hal-hal negatif tentangnya.
Maka dimulailah kisahnya....
Ia terpaksa melaporkan TK dimana anaknya pernah bersekolah ke Komnas HAM lantaran anaknya dikeluarkan dari sekolah secara sepihak.
Dari yang kulihat, kemungkinan besar alasan TK tsb adalah ketidakmampuan untuk mendidik si anak yang pada saat itu bisa dibilang 'aktif'.
Tak dipungkiri, anak seusia itu tiba2 harus kehilangan sosok ayah dalam kehidupannya, benar2 secara tiba2, dan kemudian hrs diasuh oleh ibu yg cukup tempramen karna beban yg harus dipikulnya.
Singkat cerita, bertemulah ibu K dengan seorang bapak usai keluar dr kantor komnas ham. Bapak tersebut seperti mengerti keluhan ibu K kemudian menawarkan untuk membantu.
Dan benar saja, bapak tsb mendatangi rumahnya, memberi uang untuk sekolah anaknya dan keperluan lainnya.
Bahkan beberapa kali menemui si anak di sekolah barunya untuk menjemputnya bermain di arena permainan mall. Sang guru tak serta merta memberi ijin tentunya, sampai ibu K datang dan mengijinkan.
Sifat bapak tsb ramah, bahkan kepada anaknya. Dia pernah berkata bahwa anak-anak semisal anaknya sudah spt anak sendiri baginya.
Aku mendengarkan ceritanya, tenang, sampai pernyataannya mengagetkanku:
''Tapi mbak dina, sepertinya dia itu pendeta''
''Maaf, apa mbak?" khawatir aku salah dengar.
''Yang jelas bukan muslim, mbak.'' katanya mencoba meyakinkanku.
''Haram tidak ya uang yang saya dapat dari dia?"
''Bagaimana mbak bisa nyangka klo bapak itu, maaf, noni?''tanyaku penasaran
''Saya juga awalnya ndak tau, tapi waktu itu pas pulpennya jatuh dia latah bilang 'puji Tuhan' gitu, mbak. Lha itu kan ky noni?" jawabnya.
''Waktu ke rumah itu juga sempat tanya tentang langgar itu, buat jumatan apa endak. Lha yo wong kecil gitu, klo bukan noni pasti sudah ngerti to klo jumatan ya di masjid, itu cm shalat 5 waktu''
''Saya memang ndak tahu pasti, yg saya ingat benar cuma tulisan di jaketnya YAP B*ah*ati, cb toling dicarikan di internet ya, mbak'', pintanya
Satu sisi aku bersyukur ibu K sudah menyadari itu semua.
''Mbak..'' aku mulai mencoba menjawab
''Terlepas bapak itu sebagai muslim atau noni, beliau sudah memberi bantuan itu ndakpapa. Lhawong kita saja juga dianjurkan memberi bantuan kok sama sesama manusia. Jadi ndakpapa, mbak....SELAMA dia nggak ngutak atik akidah kita. Itu lho, mbak...klo dia nyuruh 'njenengan' nyembah tuhannya dia, nah itu yg salah.''
Tetap bertahan ya, mbak....inshaaAllah saya bantu semampu saya untuk mencari tahu. Pokoknya kalo dia nyuruh neko2 yg berkaitan sama agamanya, jangan mau ya, mbak.
"Iya..iya, mbak...dia juga pernah ngundang acara di daerah Kot*bar* yg dekat gereja, tapi ndilalah sy ga bisa wong nganter anak saya acara TKnya.''
Syukurlah, batinku.
Setelah ibu K berpamitan, aku kembali merenung. Kucoba gugling petunjuk yang dia berikan, benar jg, ternyata yayasan noni.
Tiba2 ada ketakutan yg merambatiku. Kalo sampai ada pemurtadan (na'udzubillah), apa kesaksianku dihadapan Robbku nanti?
Aku tentu bukan siapa2, maka pikiran utk membicarakan soal ini ke pengemban amanah di kampungku pun tersurutkan. Aku jg blm mendapat bukti kebenaran ceritanya, maka kutunggu sampai ia mengabariku bila orang tsb kembali kerumahnya.
Terlepas dr itu semua benar atau tidak, sebagai muslim kita, aku khususya sdg diperingatkan untuk terus 'waspada'pada 'gejala' modus pemurtadan akidah yang kini tak sebatas pake mi instan, tapimjuga biaya pendidikan bahkan pernikahan. Meski bukan keluarga kita, namun siapapun di dekat kita jg masuk dlm kategori 'amanah' bagi kita. Yang kelak saat hisab ia bisa menuntut kenapa kita tak menasehatinya, dan menyeret kita ke lubang yg sama, neraka.
Serem amat ngomongin neraka segala. Lha gimana lagi...wong sudah pasti kalo ga surga ya neraka. Nau'udzubillah...
Yuk mari kita tengok kembali saudara kanan kiri kira....jangan sampai abai pada mereka yg ternyata membutuhkan. Sekalipun sekedar sedekah senyum tulus kita pd mereka.