Tak sengaja melihat postingan bunda Muktia di fb tentang seorang ibu yang begitu sabar, ingin juga berbagi 2 cerita tentang ibu2 sabar yang tak begitu kukenal, namun Allah mempertemukan kami dan mengijinkanku menyimak sekelumit cerita hidupnya yang luar biasa.
Cerita 1
Ibu ini kutemui saat musim haji lalu. Dengan ijin Allah beliau bisa berangkat haji. Masih kerabat jauh ibu, beliau yang berangkat hanya sendiri sempat membuat ibuku cemas saat hari2 pemberangkatan. Maklum saja, beliau penderita gula darah. Saat ada di asrama solo, dikabarkan kadar gula darah beliau 800. Iya 800! Maka tim dokter segera mengkarantina beliau agar pulih dan tetap bisa berangkat.
Seminggu sebelum keberangkatan ke solo, gula darah beliau memang sudah pada angka 600. Pingsan? Tidak, bahkan beliau ke rumah sakit sendiri dg menumpang tukang becak.
Cerita lengkapnya kudapati saat menengok beliau usai pulang haji.
Di sebuah rumah, ah entah apa bisa disebut rumah, krn bangunan itu bisa dibilang sebuah ruang dg pintu depan dan bagian dalamnya disekat dg dinding triplek.
Di dalam rumahnya, kami jumpai suaminya sedang sakit stroke yang kabarnya sering mengamuk. Lalu dari mana beliau memiliki dana utk berhaji? Jawabannya adalah tabungan. Ya tabungan yg beliau kumpulkan sejak muda, untuk sekolah sang putra semata wayang. Namun, gempa 2005 silam merenggut sang putra dari sisi ibundanya.
Dengan suntikan insulin yg harus terus beliau suntikan pd tubuhnya, beliau jg hrs merawat suami yg sakit lagi tempramen.
Allah kecilkan nilai diri ini di hadapan beliau. Maluuuu... Air mata haru kutahan kuat2 saat mendengar cerita demi cerita episode hidupnya dari ibuku. Cantik, berketurunan baik, namun mudanya harus 'terpaksa' menikah dg orang yang tak begitu disukainya atas dasar demi orang tua. Memiliki putra semata wayang yg pintar, yg kemudian Allah panggil dihadapannya saat gempa merobohkan tembok kamar putra tercinta. Sang suami menderita stroke dan menjadi tempramen. Berteman dengan insulin dan obat-obatan agar kadar gula darahnya tak meningkat dan terus menggerogoti badannya yg sudah terlihat begitu kurus. Mengais rezeki demi agar obatnya dan suami bisa tertebus di apotek.
Hatiku rontok karna malu.
Ibu yang hebat!
Hebat karna dalam keadaan seperti itu beliau masih bisa tersenyum, bahkan tertawa, dan bercanda.
''Jika memang harus dengan sabar dan ikhlas hidup seperti ini yg bisa membuatku pantas masuk surga, mbak, maka akan kujalani ini''
katanya pada ibuku suatu ketika.
DEG!
Surga atas sabarnya.Surga atas ikhlasmu wahai bude... :,)
••••••
Cerita 2
Kejadian ini belum lama. Terjadi kemarin lusa saat Allah menghendakiku bertemu seorang ibu di sebuah kajian yg diisi oleh Aa' Gym. Beliau temannya teman di grup ODOJ yg berbeda. Saat beliau datang, terlihat jelas bahwa usianya mungkin seumur dengan tante saya, namun kecantikan masih sangat terjaga.
Ah, dasar wanita, sempat2nya juga saya perhatikan tas jinjingnya yg seharga motor saya membuat saya langsung bisa menebak bahwa ibu ini jelas serba berlebih.
Mulailah perbincangan kami, kebetulan beliau sdg mencarikan tempat 'singgah' sementara bagi putranya yg bersekolah di jogja. (beliau dr luar kota jogja yg jaraknya skitar 1 jam perjalanan). Beliau menawari saya yg memang dekat dengan sekolah putranya. Maka semakin mendalamlah obrolan kami di sela-sela menunggu aa' gym datang, sampai akhirnya:
''Sudah punya putra, mbak?"
"Sudah bu..''
"Wah, usia berapa?''
''Sudah Allah panggil, bu'' jawabku :)
Lalu beliau pegang tangan saya, dingenggamnya
''Ikhlas ya..kuat"
''Iya bu..."
( Tapi dalam hati : Yaelah ibu ini gampang bgt ngomong. Anaknya banyak, pinter semua, suaminya sayang, materi berlimpah')
''Anak saya tujuh, mbak'' lanjutnya sambil menunjukkan jarinya yg berjumlah 7. '' Tapi bukan anak kandung, SEMUANYA''
Saya membatu.Speechless
Lalu mengalirlah cerita beliau
''Mbak beruntung sempat merasakan hamil bahkan melahirkan. Dulu saya hamil 3 bulan, ternyata di luar kandungan, dan harus ada yang dipotong pada organ saya hingga akhirnya saya divonis tidak bisa hamil.
Pernikahan pertama saya. Ya, yang kali ini suami kedua. Pada akhirnya saya bicara pada suami saya. 'Bila memanb aku mau dipisah, silahkan, mas. Tapi bila kamu mau nikah lagi, silahkan, aku rela, asal ia wanita sholihah, bahkan akan kulamarkan untukmu. Tapi bila ia bukan wanita baik2, maaf mas, aku lebih baik mundur, krn yg seperti itu bukan tandinganku, bukan sahabatku, dan bukan patner bagiku.'
Saya masih takjub.
Tanpa disangka, bukan perpisahan dunia yg terjadi, beberapa tahun setelah mengangkat seorang anak, sang suami pulang ke Rahmatullah.
''Apakah saya hancur? Manusiawi, tp saya mencoba ikhlas, hingga kimi saya ada di samping mbak dengan tetap tersenyum bukan?"
Allah itu tahu apa yg terbaik bagi kita, kitanya saja yg sok tau apa yg baik buat kita padahal tidak tau apa-apa.
Sekarang saya memiliki 7 anak, dan tidak ada yg saya lahirkah satupun. Tapi saya yakin, doa anak shaleh bukan hanya dari seorang anak kandung
Subhanallah, ibu orang hebat!
Kini beliau jg sedang mempersiapkan sebuah panti yang kelak menampung bayi dan balita. Cita-citanya adalah mencetak generasi hafidz Qur'an.
Saya haru. Haru karna iri pada beliau yg Allah berikan kesempatan untuk beramal sedemikian besar.....