Selasa, Desember 31, 2013

Kerinduan di Penghujung Masehi 2013

Saat-saat usai jamaah di langgar memang saat yang paling membuat umi merindukanmu, nak...
Sejak tanda positif ada di testpack, entah ruhmu telah ditiup atau belum olehNya, saat itulah umi mulai bertekad tak akan bolong2 lagi jamaahnya. Meskipun pada prakteknya, umi absen juga.
Saat detak jantungmu mulai terekam oleh usg, saat itulah umi juga kerap berkomunikasi denganmu usai shalat. Meski secara fisik organmu belum terbentuk sempurna.

Dan alangkah bahagianya saat tendangan2 kecilmu mulai umi rasakan. Bahkan tak jarang umi memanggilmu...

Saat kamu mulai terasa berat, bahkan hingga hari2 menuju kelahiranmu, umi malah semakin semangat membawamu ke rumah Allah. Memang, umi mulai absen tarawih berjamaah saat usiamu beranjak 9 bulan dikandungan. Tapi awal2 ramadhan umi tekadkan untuk mengajakmu selalu tarawih berjamaah. Meski harus bawa minum dan diletakkan di samping sajadah, dan sapu tangan untuk mengelap keringat umi.

Ingatkah kau, anakku Mashka sayang...usai sholat kita akan memohon pada Allah agar dirimu tumbuh menjadi anak yg mencintai masjid dan memakmurkannya. "Robb, tumbuhkanlah anak dalam rahim hamba ini menjadi salah satu hambaMu yg mencintai masjid, yg mencintai jamaah spt kakung dan abinya''...Tak jarang kemudian kamu juga membalasnya dg gerakan.

Maka, kini, usai sholat selalu menjadi momen umi saaaaaangat merindukanmu, sayang. Tak disangka, ternyata Allah lebih mencintaimu dibanding umi, Dia juga sayang umi, buktinya kini kita dipisahkan sementara agar engkau, wahai anakku Mashka, dapat menikmati rumah langitNya.

ujung 2013
kamar timur langgar

Jumat, Desember 27, 2013

(my) December

20, 21, 22 Desember lalu jadi hari penuh pembelajaran. Hari dimana aku harus berada di tengah2 suasana yg awalnya mengguncang hati. Hari itu aku memang mengikuti bazar di sebuah rumah sakit swasta. Dua bulan sebelumnya memang sudah mendaftar. Tapi rasanya ingin kuurungkan niatku saat itu.
Rumahsakit, pasti akan banyak sekali dokter, residen terutama, dan anak-anak tentu saja yg memang mengikuti acara yg akan diadakan. Hatiku sempat mengerdil, nyaliku sempat menciut. Bayangkan kedukaan kehilangan buah hati kembali menghantui.

Ya, sejak kehilangan Mashka, memang rumah sakit jadi 'momok' tersendiri untukku, meski aku terus melawannya. Tak masalah memang, tapi setiap pulang dr Rs, ada sedikit rasa 'sesak' di dada. Terlebih ketika bertemu dokter atau residen. Residen terutama. Sekalipun kusadari betul bahwa tak semua dari mereka yg berlaku sombong dan jahat (dlm kacamataku), rasa dongkol itu kerap mampir di benakku. Aku, memilih lebih byk membatin istighfar ketika bertemu dg profesi tsb utk mengusir kedongkolan hatiku sendiri yg sudah pasti godaan syaitan.

Hari kedua bazar, tepat usiaku memasuki angka ke 27. Setahun lalu, rasanya adalah hari yg begitu indah dan berkah karna Mashka sudah ada dirahimku. Kala itu, kubayangkan betapa tahun ink pasti akan lebih membahagiakan karna mungkinnaku sudah menggendong Mashka yg beranjak berusia 5 bulan.'' Betapa indah hari itu'' pkirku saat itu.

Tapi rencana tinggal rencana, harapan tinggal harapan, Allah ternyata memiliki rencanaNya sendiri untukku dan keluargaku. Pagi itu usai subuh, saat suami sedang mengucapkan selamat milad, aku justru sesunggukan di dekapannya. Rasa rindu yg meluap tak mampu lagi kutahan. Betapa kurindukan sosok Mashka di tengah2 kami saat itu, makan bersama, menghabiskan hari bertiga, berempat, berlima, dan lebih banyak lagi bersama anggota kluarga yg lain.

Seharian itu kusibukkan diriku. Rindu tentu tak akan hilang, namun terus kucoba utk membuatku trs bisa berkarya hari itu. Banyak para ibu berlalu lalang sambil menggendong anaknya yg rata2 memang seusia Mashka bahkan ibu hamil. Rasanya begitu sesak...tapi terus kuulafadzkan Al Ikhlas dalam hati. Ya, semata agar keikhlasan hati ini semakin kokoh meski tak dipungkiri, setiap saatnya juga tergerus krn duka yg tiba2 muncul.

Robb, terimakasih atas segala yg terlimpah hingga detik ini... Semoga tahun depan jika Engkau masih memanjangkan umurku, maka ijinkan aku menikmati umur selanjutnya bersama anak2 yg kembali Engkau titipkan. Dan bila umurku tak sampai tahun selanjutnya, maka wafatkan aku dalam iman, dalam hati yg setulus2nya mencintaMu dan RasulMu.

Rabu, Desember 18, 2013

Cerita di Langgar Sepuh (Zaki dan Hafidz)

Baru beberapa menit lalu aku terlibat percakapan dg dua orang anak sholeh yg kusuruh azan. Nama mereka Zaki Santoso dan Hafids Assidiq.

Awalnya, sejak pukul setengah 12 tadi kudengar suara anak2 yg bermain di depan langgar. Awalnya kukira anak2 skitar rumah, tp setelah kuperhatikan, suara mereka spertinya memang jauh dr logat jawa.
Azan dhuhur mulai berkumandang. Diam2 aku khawatir tdk ada yg azan, krn bapak yg biasa azan, td pagi bertolak ke Malang utk bersilaturahim ke rumah kakaknya, budeku. Dan benar saja, saat masjid dan mushola lain sudah mengumandangkan iqomah, belum ada satu orangpun yg mengambil kunci langgar yg mmg terletak di teras rumah.

Maka, segera kuhampiri dua anak asing yg ternyata sedang kebingungan memasuki langgar..
"Dek, azan ya..!''
"Iya, mbak" jawab mereka.

Segera kubuka langgar dan kunyalakan microfon utk mereka. Lega menyergap dlm hati, meskipun ada sdikit kecemasan ttg imamnya nanti. But, alhamdulillah, slh seorang tetanggaku kmdn muncul. Kuminta mereka iqomah dan jamaah dhuhur hari ini terlaksana.

Usai sholat, mereka yg tadi sempat kuminta utk tinggal sejenak segera kutemui. Di teras langgar, kubawakan dua buah roti coklat keju dan dua gelas air putih utk mereka.Sayangnya hr ini kami sedang puasa, jadilah hnya itu yg bs kusuguhkan utk mereka.

Di situlah, sembari mereka makan roti, kami bercakap2. Ada kekaguman tersendiri kala mendengar mereka bercerita. Oiya, mereka tyt dari pondok Tahfidz kampung sebelah. Zaki hafal juz 30, sedang Hafidz yg 2 th lbh muda, sdg dlm proses menuju hafal juz 30.

Hafidz asli Banten, ke jogja karna ayahnya melanjutkan studi di ugm. Pun dg Ibu dan ketiga adiknya, mereka semua ikut ke jogja. Hafids memiliki 4 adik, namun salah satunya meninggal saat bayi.
''Anak tante juga ko, Hafids, meninggal saat bayi''kataku
"Berarti belum punya dosa, mereka langsung masuk syurga" ungkap Hafidz
"Tp ada yg bilang mereka jd pelayan di syurga..menjadi muda terus'', timpal Zaki.

Ada haru yg tiba2 datang saat mendengar ucap polos dr anak2 lugu itu..

Berbeda dg Hafidz, Zaki memiliki kehidupan yg keras. Sejak kecil dibesarkan nenek dan bundanya. Entah siapa itu bunda, aku tak menanyakannya. Awalnya kupikir ibunya, tp aku tyt aku salah saat kudengar ceritanya yg beru bertemu ibunya saat kelas 1. Saat kutanya ayahnya, dia menjawab sejak umur 3 tahun dia sdh tak melihat ayahnya, itupun diketahuinya dr ibunya. Zaki sempat bilang kalau tahun dpn dia mau pindah lg ke bengkulu, tempat kelahirannya, dimana ada nenek dan bundanya. Dia tinggal di Mana, ibukota Bengkulu.
Aku masih agak bingung, lalu kmn ibunya..
"Ibu kadang pulang, trs pergi lagi ke kalimantan"
Aku baru paham, ''Ibu kerjanya dikalimantan y?''
''Iya'',jawabnya sambil trs menikmati roti yg digigitnya bagian bawah dahulu dan menyisakan bagian coklat dan keju utk dimakan terakhir.
Ada raut muka sedih saat kutanya apa dia rindu ibu ayahnya. Namun ada kalimat optimis yg keluar dr mulutnya yg sempat belepotan keju.
"Pasti besok bisa ketemu"
''Aamiin, insyaAllah'' balasku.

Ada satu hal lg yg kukagumi dr sosok Zaki,
Dia sempat berkata bahwa usai ujian nasional nanti ada waktu 1 bulan sblm masuk smp.
"Mo ke bengkulu naik sepeda"
He?? aku melongo.. ini anak ngigau apa ya.
"Kamu mau ke bengkulu naik sepeda???" tanyaku dg tanda tanya banyak.
"Iya, ke jakartanya minta antar, nanti ke bengkulu sepedaan" wajahnya terlihat ceria saat mengatakan itu.
''Jauhnyaaa..."

''Hahaha, biasa dia, mbak... setiap minggu pulang ke prambanan naik sepeda sendiri'' timpal Hafidz.

Fyi, kotagede prambanan itu jaraknya lbh dr 20 km, mgk 30, 1 jam perjalanan via kendaraan bermotor.
Dan well, Zaki keren untuk semua itu.
Percakapan kami ditutup krn roti sudah habis dan mereka harus segera kembali ke pondok.

Siang ini, dua sosok bocah asing itu memberiku byk pelajaran. Dua anak yg sedang asik bermain kemudian menghentikan permainannya krn waktu shalat tlh tiba, dua anak yg sedikit bayak sdh mampu memahami hakikat kematian dan kabadian, hakikat dosa setelah masa baligh, dan hakikat kehidupan yg luar biasa dr kacamata seorang anak berusia 10 dan 12 tahunan.

Terimakasih ya, Zaki dan Hafidz, smg kelak kalian bisa menjadi pemimpin2 yg hafidz Qur'an.