Kamis, Oktober 31, 2013

'Orientasi atau Kebutuhan' versi Nyata

Masih inget tentang posting beberapa waktu lalu tentang orientasi dan kebutuhan, kan? Subhanallah, setelah mempublish posting tersebut, aku langsung dapet ujian. Masih tentang orientasi atau kebutuhan hidup, namun dalam konteks yang agak berbeda. Ternyata benar, ya... Kita bukan hanya harus jago 'omong' atau nulis tentang cara pandang kita, tapi harus dibuktikan juga. Dan benar saja, Allah langsung menguji konsistensiku terhadap apa yang pernah kutulis di posting tersebut.
Beberapa hari lalu, aku mendapat tawaran pekerjaan di sebuah bank syariah. Sebagai admin (micro back office ) dan lokasi kantornya hanya membutuhkan 10 menit perjalanan via sepeda motor. Yang terlintas langsung di pikaranku saat mendapat tawaran itu adalah : perkerjaan yang tidak memakan pikiran dan waktu serta lokasi yang sangat dekat. Memang masih outsourch, tapi hal itu tidak terlalu mengusikku, walaupun pada akhirnya temanku yang memberi tawaran tersebut menjelaskan panjang lebar mengenai banyaknya kesempatan berkarir menjadi pegawai tetap, belum lagi soal honor, THR dan bonus yang setara dengan pegawai tetap.

Di saat yang bersamaan, aku dan suami memang memerlukan biaya tambahan untuk segera merealisasikan rencana-rencana kami. Baiklah, kuakui saja, tawaran ini memang hampir menyilaukan. Masuk tanpa tes, kesempatan berkarir luas, kerjaan mudah dan lokasi deket. Betapa impian para pekerja banget... :D. Suami juga menyambut baik tawaran tersebut.

Namun, Alhamdulillah-nya, aku mendalami keuangan syariah kala kuliah dulu, bahkan pernah magang di suatu instansi syariah, meskipun masih standar kecil. Dan jelas sudah, meski berlabel syariah, aku masih meragukan beberapa praktek di lapangan. Inilah yang kemudian memancingku dan suami untuk bermuhasabah, beristikharah dan berusaha bertanya kepada orang yang ilmu agama maupun akademiknya lebih luas.

Aku mulai bertanya kepada salah seorang Ustadz, sebut saja ustadz 1. Dari awal beliau tidak mengatakan riba. Bahkan beliau menjelaskan akad apa saja yang terdapat di bank yang bukan merupakan praktek riba. Namun setelah aku menjelaskan tentang calon posisiku, beliau menjelaskan bahwa meskipun tidak berhubungan langsung, namun termasuk 'subhat', atau mendekati haram, dan jika ada yang lain sebaiknya ambil yang lain.

Yak, dapat satu jawaban. Pertanyaan yang sama kuajukan juga pada saudara sepupuku. Mas sepupuku ini memang terkenal dapat dipercaya dan InsyaAllah ilmu akademik dan agamanya juga luas. Dan hasilnya, beliau menyarankan hal serupa dengan Ustadz 1. 
Masih belum puas, aku menanyakannya kepada teman sekaligus Ustadzah bagiku. Mencoba menilik dari sisi lain. Dan hasilnya, ya, tetap sama. Hukumnya Subhat. Jadi apalagi yang akan diperdebatkan? Kebutuhan kami untuk segera pindah rumah? Keperluan berobat? Modal Usaha? 
Satu kalimat yang disampaikan ketika aku menanyakan hal ini dari teman 'ustadzah'ku itu :
"Din, meninggalkan sesuatu karena Allah, akan diganti dengan yang jauh lebih baik. Yang Subhat, tinggalkanlah."

Bukan hal yang mudah, terlebih memang harapan di depan mata mulai terlihat dekat jika aku mengambil kesempatan ini. Tapi Allah telah memperkenalkan diriNya padaku lewat Mashka, maka kini prioritas terbesar dalam hidupku hanya pulang ke kampung akherat dengan tenang dan diterima di surga hijauNya, bertemu dengan putra pertamaku, memeluknya dan membersamainya dalam kekekalan. 

Terlintas dalam pikirku tafsir yang sering kubaca atas ijin Allah, bahwa sebenarnya semua makhluk hidup yang ada di alam ini mendapat petunjuk dan hidayah. Namun sebagian dari mereka memalingkan dirinya dari kebenaran, dan seketika itu juga Allah palingkan hati mereka dari petunjukNya.
Na'udzubillah...
Dan kali ini Allah sudah jelas memberiku petunjuk, kalo aku terima juga, maka aku dengan sengaja membelok dari aturanNya yang sangat jelas. 
Dan setelah berdiskusi dengan suami, kami memutuskan untuk tidak menerimanya dengan keyakinan Allahlah yang akan menjamin kami. 

Bukan bermaksud menggurui, aku hanya belajar dari apa yang menimpaku selama ini, dan bermaksud berbagi. Sudah jelas, hukum Allah tak perlu dipertanyakan, terlebih ditawar... Ikuti saja, toh hidup ini kan tujuannya untuk mendapat pahala. (Ehm, kalimat ini sebenernya baru kedapet tadi pagi dari hasil pengajian).

Jadi, sekali lagi...coba tanyakan pada diri, apakah orientasimu sekarang?

Jumat, Oktober 25, 2013

Pelajaran dari Ibu Pemulung

Semalam, malam Jumat, seperti biasanya aku dan suami melakukan "wisata masjid". Belum lama jadi kebiasaan, kami sengaja shalat isya' di Masjid yang belum pernah kami kunjungi. Dari yang di pinggir jalan sampai yang 'blusukan'. Hehe, agak aneh ya kebiasaanya. Tapi dari sini biasanya kami dapat ilmu baru, syukur2 dapat saudara baru, atau mungkin dapat pelajaran baru.

Seperti tadi malam, tapi kali ini pelajaran yang kuambil bukan ketika menunaikan Isya' di masjid, tapi ketika dalam perjalanan seusainya. Berduaan boncengan motor sambil sesekali melirik jajanan makanan pinggir jalan yang tidak ada satupun menarik selera meski perut mulai protes..hihiihi. Yang ada malah keinget sayur di rumah, kayanya lebih seger dan sehat dibanding jajan. Kadang, wisata masjid ini memang dilanjutkan dengan wisata kuliner. Tapi kalo lagi pengen, nah kalo pas kaya tadi malem, akhirnya memutuskan untuk pulang dan menikmati makan malam berdua di rumah saja.

Saat perjalanan pulang inilah mataku menangkap sosok di pinggir jalan. Ibu dan kedua anaknya, duduk di trotoar, di samping gerobak yang berisi barang bekas dan mmm mungkin sampah. Aku langsung 'njawil' suami. Tapi ga langsung berhenti, dan baru berhenti setelah kurang lebih 100 meter. Saat itu juga aku langsung nagih dompet suami,,,haha, ini juga kebiasaan. Dan minta ijin tentunya :D.
Singkatnya, setelah menyisakan untuk keperluan bensin esok hari dan beberapa rupiah, kami berbelok arah menemui ibu tadi.

Aku turun dan medekati mereka. Sejenak mataku tertakjub pada kebahagiaan yang ada di depanku. Satu episode kebahagiaan yang tidak kulihat di kecukupan harta, keteduhan atap dan kehangatan tempat. Ibu, yang sepertinya usianya lebih muda dariku beberapa tahun, bersama kedua putranya. Yang pertama mungkin sekitar 2 tahunan, dan yang berada dipangkuannya mungkin baru enam atau tujuh bulanan.
Sang Ibu sedang menggelitik perut anaknya yang bungsu, si sulung dan bungsu ikut tertawa geli.
Aku berjongkok, menemui mereka yang duduk di trotoar. Kuberikan niatku, dan kulihat wajah sang ibu yang malu-malu. Aku sempat memberi canda pada si kecil, yang terlihat sangat dekil namun sehat. Namun hanya sekejab, aku segera kembali membonceng suamiku keburu air mata haru yang menetes terlihat oleh mereka.

Malam itu, uang yang ada di genggaman mereka lebih besar dibanding yang ada di dompetku, berharap setidaknya malam itu mereka merasakan kelapangan yang selalu kurasakan setiap malam, dan berharap kebahagiaan bermain dengan para buah hati segera menghampiri malam-malamku.

Malam itu lagi-lagi Allah menunjukkan kemahaanNya padaku. Ya, Maha Berkehendak atas segala sesuatu. Maha Adil, Maha Kuasa dan Maha Memilki. Malam itu seorang ibu pemulung dengan kedua putranya memberiku ilmu, jauh lebih berharga dari apapun...


Wallahu'alam...semoga bermanfaat

Rabu, Oktober 23, 2013

Hidup : Orientasi atau Kebutuhan

Beberapa hari lalu sempet berdiskusi santai sama mbakyu, setelah sekian tahun gak pernah. Beraawal dari bahasan tv yang membuat anaknya betah menonton film-film ga jelas berjam-jam dan membuatnya bawel tiap hari. Eh, tiba2 nyambungnya ke fenomena pernikahan jarak jauh.

Saat ini mbakyuku juga termasuk salah satu yang mengalaminya. Suaminya ada di Manado, sedangkan dia dan anaknya di Jogja. Awalnya, sudah dua kali pindah2 tempat juga. Kalaupun sampai akhir tahun ini ga ada SK pindah, rencananya dia bakal nyusul sang suami, sama anaknya tentunya.

Menurutnya, pernikahan jarak jauh itu ga akan menghasilkan sakinah di dalamnya. Wah, seru nich, pikirku...secara pernah ngalami. Jadi malah makin pengen ngorek2 pendapat ibu muda lulusan psikologi di depanku kala itu.
Dalam kehidupan, ada dua hal yang mendasari pilihan untuk hidup terpisah atau bersatu dalam suatu keluarga. Yaiut Orientasi atau kebutuhan.

Seseorang yang memilih meninggalkan keluarganya demi mencari sesuap nasi, itu pilihan yang didasari kebutuhan. Tapi, ungkapan 'sesuap nasi' di sini adalah makna harafiahnya lho. Jadi, jika dia ga bekerja, bahkan sekedar makanpun tak dapat terpenuhi. Hal ini dicontohkannya pada TKI/ TKW yang terpaksa meninggalkan keluarganya untuk bekerja.

Dasar pemilihan kedua adalah orientasi. Nah, orientasi di sini pun masih terbagi menjadi dua, yaitu fitrah dan kemakmuran. Kira-kira begitu penjelasannya kemaren.
Yang banyak dipilih sekarang ini, orientasi kemakmuran. Bagi pandangan umum, definisi kemakmuran itu adalah kelapangan materi yang kasat mata. Rumah, kendaraan, brand ternama, dan tentu saja status pekerjaan, mungkin itu beberapa simbolnya. Bagi pemilik orientasi ini, maka walaupun harus bermil-mil jauhnya dari keluarga tidak masalah baginya, meskipun jika ia bersama keluargapun juga tak kekurangan, tapi mungkin memang tak selapang jika ia mengambil pekerjaan yang berakibat memisahkannya dengan keluarga (suami/ istri). Karna baginya ketakutan pada kesempitan jauh lebih membuatnya tertekan ketimbang jauh dari keluarga namun memiliki kelapangan materi.

Sebaliknya dengan seseorang yang memilih dasar fitrah dalam hidupnya. Misalnya seorang wanita, yang pada fitrahnya adalah pendamping suami dan seorang ibu, maka ketika seorang wanita dengan dasar ini diberi kesempatan untuk memiliki materi berlebih namun jauh, ia akan lebih memilih fitrah awalnya. (Hahaha...waktu si mbakyu ngomong ini makjleb...kayanya kerasa banget gitu..).

Nah, kedua dasar tersebut pun sebenarnya adalah hak masing2 dalam menyikapi hidup. Fitrah sendiri merupakan pilihan bagi orang2 yang mungkin memikirkan kedupan setelah kehidupan ini. (Aku manggut2 aja sambil senyum). Karna ketika dalam satu keluarga (red-suami istri) saling berjauhan, maka PASTI sakinah tak mampu hadir di dalamnya.

Bener juga, pikirku.Arti sakinah itu bahagia/ tentram. Coba siapa yang bahagia kala harus berpisah dengan pasangan/ buah hati dalam jarak sekian mil, walaupun apa yang ia kerjakan saat itu juga untuk mereka? Tapi memang tak dipungkiri kok, coba inget2 ayat ini:

الشَّيْطَانُ يَعِدُكُمُ الْفَقْرَ وَيَأْمُرُكُمْ بِالْفَحْشَاءِ ۖ وَاللَّهُ يَعِدُكُمْ مَغْفِرَةً مِنْهُ وَفَضْلًا ۗ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

Syaitan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir); sedang Allah menjadikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengatahui. 
(QS. Al-Baqarah: 268).


Ah, aku jadi ingat percakapanku dengan salah seorang temen, yang juga psikolog sebulan lalu kira-kira.
"Entah ya, Din...aku kok belum menemukan dimana sisi kenikmatan dengan hidup berjauhan seperti yang teman-temanku lalui. Aku sebagai ibu rumah tangga memang kerap kali bosan dan capek dengan pekerjaan ita itu saja dan kerewelan anak2. Tapi itu cuma beberapa menit lho, setelah itu lupa kok. Selalu saja ada yang kemudian membuatku bersykur dan bersemangat kembali menjalani ini. Dan sekalipun ga ada duit, aku kok ga pernah sedih ya... Yakin pasti hari ini makan. Selama hari ini masih mampu mendampingi suami dan mendidik anak-anak, itu sudah karunia besar yang wajib membuatku bersyukur. Kadang bukan ga pengen punya tanah lebih utk investasi, atau punya yang lain2 yang sifatnya duniawi. Tapi tak pikir-pikir, toh kita hidup sementara aja...ikhtiar saja selama nafas masih berhembus, tapi sebisa mungkin ga usah ninggalin fitrah apalagi ibadah."

Nah, itu dia...itu kalimat orang yang ilmu agamanya emang uda tinggi. Aku sendiri masih kadang diliputi kecemasan duaniawi.. Semoga kita masih terus mampu belajar dan terus berikhtiar. Soal kemuliaan dunia dan akherat itu biar Allah yang menilainya dari sikap dan usaha kita. Miskin itu belum tentu hina, kaya pun belum tentu mulia. Tapi pilihlah untuk menjadi kaya dan mulia. Kaya dan manfaat. Kaya dan bahagia akherat.

Wallahu'alam... ini sekedar share...semoga bermanfaat ^^

Lalu Pantaskah Aku Cemburu

Wahai yang Maha Mencipta,
masih sangat lekat diingatan..
kala Engkau kabulkan hajat kami akan buah cinta.
Dan di waktu yg berdekatan, Engkau karuniakan
kabar bahagia yg sama kpd wanita lainnya...
Dan kini, 
Diantara semua kelahiran, ternyata akulah yg Engkau pilih memiliki seorang 'wildan'..
Lalu pantaskah aku cemburu... ?
Dan diantara semua kelahiran...
ternyata akulah yg Engkau pilih untuk memiliki
buah hati yang pasti menempati firdaus..
buah hati yang pasti meringankan hisab..
buah hati yang pasti menunggui di pintu syurga..
Lalu pantaskah aku cemburu...?
Jika ternyata akulah yang terpilih
untuk tidak menerima amanah
yang mungkin belum mampu kujalankan sesuai perintahMu
Jika ternyata, akulah yang terpilih
mendapatkan kesempatan dariMu
untuk memiliki salah satu kunci syurga..
Lalu pantaskah aku cemburu?
Tidak!
Sedikitpun tak pantas aku cemburu
Karna tak ada yg menandingi Maha PengetahuanMu
Karna tak ada yg memiliki keluasan sayang melebihi Engkau
Karna Engkaulah yg Maha Bertanggungjawab atas janji



3bulan setelah melahirkan wildanku...
23102013

Senin, Oktober 21, 2013

Selamat Milad, Suamiku...

Posting telat untuk ngucapin selamat milad buat suami... Hehe, maap ya, abi. Berhubung miladnya pas liburan, makanya ga bisa langsung nulis, mending ngabisin waktu sama orangnya langsung.. ^^


Selamat milad, Suamiku...
Setahun sebelumnya, doa dan harapanku agar tahun ini masih dipertemukan.. Alhamdulillah Allah mengabulkan.
Setahun sebelumnya, doa dan harapanku agar tahun ini Allah mengkaruniakan permata hati bagi kita, Alhamdulillah itupun dikabulkan. Meski ya, kemudian Allah menagguhkannya kembali untuk menjadi peringan hisabNya kelak.
Dan yang pasti, setahun lalu doa terbaik agar engkau menjadi imam yang senantiasa haus menambah ilmu, menebalkan iman, dan membimbing visi keluarga kita, semoga tetap terjaga di tahun ini sampai selanjutnya.

Ini hampir tahun keempat membersamai usiamu. Perbedaan mencolok dari dua karakter berbeda yang kita miliki membuatku banyak belajar darimu, semoga sebaliknya. Kalau biasanya pasangan suami istri itu banyak kemiripan, kita memang menjalani sebaliknya selama ini. Tapi itulah yang paling membuatku bersyukur padaNya karna telah mempersatukan kita. Karena dengan perbedaan itulah kita dilengkapkan untuk membangun visi dunia dan akherat. Dari perbedaan itu pula, kelemahan masing-masing mampu terkuatkan oleh kekuatan yang lain.

Terus terang, mo ngasih kado apa bingung banget. Hehehe, yang ulang tahun ditanya pasti jawabnya sama dari tahun ke tahun, "Dikasih kado sayangnya aja yang lebih"... Nah, ini yang makin bingung. Meski ya, dalam tradisi kita, emang jarang sama yang namanya kado-mengado. Doa sudah menjadi kado terbaik untuk kita, terlebih perbaikan amaliyah dari pasangan juga selalu jadi kado terbaik..

Selamat milad, Suamiku...
Meski kali ini kita masih berdua, Allah bukan hanya menghadiahkan permata hati di dunia, namun juga di akherat. Peringan saat hisab, 'penggandeng' kala memasuki Jannah.
Semoga, hadiah Allah tahun ini makin membut keluarga kita 'kokoh' memperjuangkan visi masa depan akherat, serta kuat untuk meraih dunia dalam genggaman.
Usia memang bertambah, namun perjalanan hidup sesungguhnya telah berkurang. Semoga semakin berkurangnya umur ini, Allah karuniakan iman yang terus mengakar dalam hatimu, teladan dan panutan dalam tindakmu, kelapangan rizqi yang halal dan barakah, dan ilmu yang tak putus dalam fikirmu.

Dan tentunya:
  
 وَقَالَ إِنِّي ذَاهِبٌ إِلَىٰ رَبِّي سَيَهْدِينِ .رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ

Dan Ibrahim berkata: "Sesungguhnya aku pergi menghadap kepada Tuhanku, dan Dia akan memberi petunjuk kepadaku. Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh

Semoga ayat ini selalu menjadi pengingat dan pemotivasimu, hingga "Ishaq" hadir dalam kehidupan dunia akherat. Aamiin..

Senin, Oktober 14, 2013

Ied Adha "Pertama"

Sekian kali merasakan hari raya iedul adha, kupikir meyakan hari raya berjauhan dengan keluarga adalah ujian terberat yang pernah kujalani, namun sepertinya aku (lagi2) salah. 
Kini aku harus dihadapkan pada hari raya tanpa buah hati yang sebelumnya telah menjadi harapan indah. Inilah aku, manusia hina yang hanya memiliki kekuatan untuk berencana, karna masa depan adalah ghaib, dan Dia Yang Maha Menentukan yang berhak memutuskan.

Beberapa kali kejadian setaun lalu terbersit kembali. Bulan ini, di tahun sebelumnya, ketika mertua menunaikan ibadah haji, keyakinan bahwa setiap doa mereka akan diijabah Allah begitu terasa di hati. Harapan bahwa kali itu Allah pasti memberi keturunan untukku dan suami seolah benar2 terasa dekat. Dan benar saja, sepulang mertua beribadah haji, Allah menitipkan Mashka di rahimku. Ya, masih sangat jelas diingatan. Dan sejak itu, hingga ramadhan lalu, hidup terasa begitu indah, tanpa cela kesedihan yang berarti.
Harapan bahwa hari raya-hari raya setelahnya akan ada senyum bahagia dari sang  buah hati tergambar. Dan sekali lagi, masa depan adalah hal paling ghaib, kini ketika takbir hari raya menggema, ternyata tangisan buah hati belum memenuhi rumah ini.
Tapi, alhamdulillah, tahun ini aku masih diberi kesempatan untuk memohon masa depan yang bahagia, terutama masa depan akherat, saat dimana aku bertemu Mashka kembali, Insya Allah... ^_^
Sudah galaunya,hari ini disunahkan untuk bersuka cita. Dan semoga Allah melindungiku dari kesedihan selama hari raya ini, karna suka cita jauh lebih dianjurkan di hari-hari ini...Aamiin..

===========
Kembali pada makna hari raya ini, ketika Ibrahim.as menerima perintah Allah untuk menyembelih sang putra kesayangan, Ismail.as. Tak bisa kubayangkan betapa kala itu Ibrahim.as dilanda kegalauan yang amat sangat. Godaan dari syetanpun tak henti2nya mrerayu. Tapi bukanlah Ibrahim.as bila tak mampu melawan segala godaan dan rela hati mengorbankan sang buah hati demi ketaatan mutlaknya pada Illahi. Karna ketaatan itu pulalah Allah yang Maha Rahman mengganti Ismail.as -yang pisau tajam sudah begitu dekat dengan lehernya- dengan seekor domba. Tak bisa pula kubayangkan betapa bahagianya Ibrahim.as kala itu.

Sungguh sebuah titik tertinggi ketaatan seorang hamba pada Rabbnya. Itulah mengapa hari suci ini Allah berbangga pada manusia. Karna manusia memiliki nafsu tapi menahannya, dan memiliki ego namun melepaskannya. Inilah yang membuat manusia berbeda dan mampu menjadi makhluk paling mulia. Bahkan malaikatpun iri ada ketaatannya.

Namun, tak dipungkiri, manusiapun mampu menjadi makhluk paling hina. Sebagaimana dalam Al-Qur'an, bahwa sesungguhnya semua makhluk mendapat petunjuk. Namun sebagian dari mereka berpaling darinya, sehingga Allah pun memalingkan hatinya dari petunjuk itu. Semoga kita, di hari ini mendapat ampunan atas segala dosa yang melekat dalam tubuh dan jiwa kita, dan qurban kita menjadi bentuk ketaatan kita pada Rabb yang Maha Agung. Aamiin.

 Semoga bermanfaat...
Selamat berqurban..

SIAS (Senyum Ibu Anak-anak Surga)

Selamat puasa arofah dan wukuh bagi yang berhaji. Sayangnya, aku menjadi orang yang kurang beruntung karna tahun ini tidak melaksanakan keduanya. Usai menemani orang rumah sahur, aku cuma bisa nangis. Merasa merugi serugi-ruginya. Padahal doa diijabah, dosa diampuni dan dihapus, hajat dipenuhi, komunikasi tanpa hijab dengan Sang Maha Pemberi, tapi ga bisa ikutan *nangis lagi*
Ah, jadi menghibur diri bahwa tubuh ini pun milikNya, Dia pulalah yang berhak mengatur siklusnya.

Sudah cukup 'gelonya', yang seperti inipun kata suami kudu ikhlas, ndak condong ke kufur ni'mat, na'udzubillah.

Bahas rencana forum yang kemaren sempet dibahas diposting sebelumnya aja ya. 
Alhamdulillah, setelah banyak masukan dari beberapa temen dan pertimbangan dari beberapa kenalan yang kuanggap lebih arif, tercetuslah group ini 

Senyum Ibu Anak-anak Surga. Nama ini terlintas begitu saja siang kemaren. Daripada ide ini mentah dan cuma ngambang, pada akhirnya kuputuska untuk mengambil nama ini sekaligus membuat desain logonya. Kalaupun nanti ada yang punya nama lebih oke, bisa diganti ko. Jadi nama ini cuma buat 'pancingan' aja, biar rencana silaturahim ini ga mentah begitu saja.

Tujuan dari group ini pada dasarnya adalah 'menganyam' senyum bagi orang tua -terutama ibu- yang pernah kehilangan buah hatinya yang belum baligh. Baik itu dengan menjadi wadah sharing/ curhat, saling memotivasi, maupun sekedar menemani dan meyakinkan bahwa yang bersangkutan tak sendiri. 

Karena tidak dipungkiri bahwa kesedihan ini dapat membawa tekanan psikologis yang cukup berat. Sperti yang pernah kualami dan kuceritakan. Namun, karna sebelumnya Allah telah mempertemukanku dengan orang lain yang juga mengalami hal serupa, terus terang, takdir ini lebih mudah dihadapi. Lebih mudah bukan berarti mudah lho ya, karna saat inipun duka ini masih mengambang dan sewaktu-waktu bisa tumpah kala iman lemah.

Bismillahirochmannirohim...semoga grup ini kelak mampu memberi semangat dan harapan bagi anggotanya untuk tetap tegak menjalani hari-hari berikutnya dengan kesabaran. aamiin.



Kamis, Oktober 03, 2013

Pertimbangan Ide

Baru beberapa hari lalu aku sering posting tentang kabar duka para 'pejuang kecil' yang kudengar. Dan kali ini pun lagi. Ah, kalo saja bisa memilih, tentu kabar bahagia yang ingin selalu kutilis di blog ini.
 Kemarin, dari mbak Yulie, kudengar 3 berita duka pejuang kecil. Ya, tiga, dalam hari itu. Dan satu lagi dari seorang teman, yang awalnya kita janjian ke salon tapi dia sempat ragu karna tetangganya ada yang meninggal. Tanpa sengaja, aku tau bahwa tetangga temanku itu adalah kawan keponakanku yang masih kelas 7.

Dari keempatnya, tak ada yang kukenal, namun dari keempat berita itu pula hari itu aku mendapat pelajaran....seperti biasanya, kematian memang pelajaran terbesar. 
Aku mulai mengingat, sejak aku melahirkan Mashka, dan kemudian harus merawatnya dirumah sakit, hingga detik ini, berita duka para pejuang kecil sering terdengar di telinga, yang dulunya merupakan hal yang amat sangat langka bagiku. Mataku seperti baru saja terbuka, melihat begitu banyak orang tua yang kehilangan.

Keempat berita kemarin berasal dari provinsi yang sama denganku, Jogja. Bagaimana di Indonesia, di dunia? Betapa begitu banyak orang tua yang terpaksa harus menghadapi ujian ini....
Aku mungkin termasuk beruntung, karena menulis mampu memupus kedukaan yang kualami, aku juga beruntung memiliki keluarga, sahabat dan buku yang membuat  kesedihan ini tak mengerogoti jiwaku. Lalu bagaimana jika ibu itu orang yang tertutup? atau yang menyimpan kesedihannya sendiri dan terlarut dalam kedukaan?

Sejenak aku memiliki ide untuk membuat suatu forum komunikasi. Aneh memang, latar belakangku yang akuntansi memang tidak memiliki ilmu yang kompenten dalam hal ini. Namun paling tidak, aku adalah pihak yang memiliki pengalaman yang sama. Setidaknya aku memiliki kemampuan untuk berempati lebih pada kejadian serupa yang dialami orang lain.
Aku mencoba mengkomunikasikannya dengan teman 'seperjuangan', dan hasilnya mereka menyetujuinya. Aku juga mencoba bertanya kepada seorang sahabat yang memang memiliki ilmu psikologi. Dia mengiyakan. Forum ini bertujuan untuk tempat sharing dan memotivasi para orang tua yang kehilangan buah hati.

Berhubung ide ini seperti amanah tersendiri, beberapa orang yang kupercaya memiliki kemampuan dan pengalaman kumintai pendapat dan saran, takutnya ini cuma ide 'grusah grusuh' dan emosional.

Ditunggu ya...kalaupun nantinya benar2 ada forum ini, semoga benar2 menjadi manfaat, bagi anggotanya maupun masyarakat pada umumnya.

Silakan yang mau kasih saran boleh via pesan personal atau komentar di posting ini ya.

-Semoga bermanfaat :)

Selasa, Oktober 01, 2013

Meet the (2nd) Obgyn

Setelah awal bulan lalu sempet konsultasi ke obgyn (baca : posting "meet the obgyn"), beberapa hari lalu aku dan abi memutuskan untuk mencari 2nd opini ke obgyn lain, tapi di rumah sakit yang sama. 

Kali ini sebenernya niat utamanya adalah pemeriksaan organ genital yang memang sejak melahirkan belum kulakukan. Berhubung obgyn yang pertama itu laki2, walopun senior, tetep risih to yoo....
Nah, singkatnya, kami memang sudah lama mengetahui tentang obgyn kedua ini. Namun karna beberapa waktu sebelumnya ada temen yang cerita bahwa nich obgyn komunikatif banget dan 'ga kesusu' kalo konsultasi, maka kami pun memutuska untuk menemui obgyn perempuan ini.

Tadinya ga ada niat untuk konsultasi, cuma periksa tok, tapi karna saat masuk (saat itu jam stengah 10 malam), si obgyn sudah menyambut dg muka sangat ramah, maka sesi konsultasi ke spog berasa konsultasi ke psikiater. Lhoh ko bisa? Iya, stelah kami menceritakan tentang Mashka, dokter ini sepertinya menaruh simpati pada kami, terlihat dari gaya bicaranya. Atau mungkin karna sama2 perempuan ya, entahlah...yang jelas aku nyaman untuk berbagi.

Setelah pemeriksaan yang ternyata memang ada sedikit masalah, walopun ga menganggu dan beresiko, sesi konsul pun berlanjut.

O : "Saya tau banget pasti rasanya berat, terutama bagi ibunya ya.. Tapi mari diendapkan saja. Pikirkan hal positifnya, ini memang hasil dari seleksi alam. Jika anaknya memang bertahan, kemudian harus menjalani perawatan dalam jangka waktu yang panjang, itu pasti jadi beban tersendiri buat anda berdua selaku orang tuanya, terlebih pada anaknya. Dan lagi, perawatan luka kolostomi itu kan juga tidak mudah. 
Nah itu, anaknya Ibas, cucunya SBY kan juga mengalami hirsprung, ya walaupun selamat, perawatan jangka panjang harus terus dilakukan, sampai si anak tumbuh dewasa nanti. 
Sudah, pikirkan masa depan, jangan trauma ya....Malah biasanya kalo anak pertamanya terjadi hal2 yang tdk diinginkan, anak2 selanjutnya bisa sehat2. 
Memang, sampai saat ini penyebab hirsprung belum diketahui. Memang ada indikasi penyebab faktor lingkungan seperti pestisida, debu, makanan yang mengandung zat kimia, dan lain2, tapi kalopun demikian, itu hanya 1% kemungkinannya. Yang jelas, hisprung merupakan bawaan lahir. Sudah dari sononya kalo orang bilang.Saya paham sekali pasti berat, tapi harus berusaha tetap kuat.

Penjelasan panjang lebar ini dan nassehat2 itu diberikan dengan ramah oleh dokter ini. Yang lebih membuat kami lega, ternyata kami sudah bisa memulai program kehamilan selanjutnya.

Us: Jadi dok,kapan bisa program hamil lagi ya sebaiknya?
 O : Sekarang2 ini nich uda pas banget...3 bulan setelah melahirkan uda bs ko program lagi. Katanya sunah Nabi... (sambil nyengir). Yang penting harus tetap berpikir positif ya. Ga usah takut.
Us : Trus perlu periksa lab ga, dok?
O : Haiah, ga perlu. Tapi kalo mau gapapa. Ngabis2in duit. Itu tadi pasien saya ada yang periksa trus bawa hasil cekupnya ke saya. Hasilnya tak tunjukin ke dia, "Nich, hasilnya negatif semua to", nah kena 2,3juta. Hehe...Maksudnya bukan masalah uang, saya sich yakin uang bukan perkara penting, tapi untuk priksa2 lab gitu perlu alasan medis tersendiri. Kalo memang gapapa, cukup berpikiran positif saja.

Bliau juga memberi vitamin untuk kesuburan. Bahkan saat akan berpamitan beliau menyerahkan kartu namanya.

O: Ini kartu nama saya, kita kontak2an ya.. Semoga besok kesini lagi sudah hamil.
Aamiin...

Ahhh, ada yang melegakan meski ya, sebelumnya sempet konsul sama obgyn lain via email untuk checkup ke lab. Pada intinya memang pemlihan jiwa. Seperti pagi ini, aku uda whatsappan sama seorang sahabat yang senasib. Pada intinya, ibu satu ini masih sering keingetan sang buah hati. Apalagi saat nengok bayi, atau bahkan melihat anak kecil sekalipun. 

Tidak dipungkiri, kehilangan buah hati itu seperti kehilangan separuh nafas kehidupan. Dari cerita para 'senior' yang pernah bernasib sama, rata-rata ada yang frustasi dan harus terapi dengan psikiater. Kami beruntung masih bisa saling menguatkan. Berita bahagia kelahiran itu membahagiakan kami, jujur meski kami harus berjuang menahan tangis di dalam hati. Kami mungkin dianggap aneh karna masih mampu tertawa lepas dan bersenang-senang, tapi sungguh kami hanya tak ingin mendapati tatapan kasihan. Yang kami harap cuma doa...setulus2nya doa agar kebahagiaan itu enggan berlama-lama menyapa kami...

Selamat menyapa pagi dengan semangat ^^

Semoga bermanfaat..