Minggu, Mei 04, 2014

Hijab VS Pekerjaan ( sound likes Akhirat VS dunia?)

Siang ini kuhabiskan di rumah ibuku. Baru saja seorang tetangga mengetuk pintu rumah, bermaksud membeli gas yg memang ibu jual sehari-hari, namun sayang, kami memang sedang kehabisan sejak beberapa hari lalu.
Bukan kemudian berpamitan, ibu K, sebut saja demikian, memohon padaku untuk berbicara sebentar.
Tanpa pikir panjang, segera kupersilahkan dia masuk. Mungkin tidak begitu penting, yasudahlah, kuniatkan untuk menghiburnya. Usianya setengah baya, mungkin sekitar 40an tahun. Latar belakangnya tak perlu kuungkapkan, tapi beban yang ia harus tanggung sekarang cukup berat memang. Sepasang orang tua yang telah senja, lumpuh dan tempramen. Seorang anak laki-laki usia 6tahun yang cukup 'aktiv' sejak lima tahun lalu ditelantarkan oleh ayahnya. Tingkahnya di masa lalu membuatnya tak begitu diperhatikan oleh warga sekitar. Kadang aku diam-diam merasa kasihan padanya.

Maka mulailah ia menuturkan permasalahannya. Ada dua permasalahan yang entah mengapa ia tanyakan padaku yang dari segi ilmu dan pengalaman masih sangat miskin.
Hal pertama yang ia sampaikan adalah titipan dari keponakannya. Keponakannya yang dulu saat kecil juga pernah tinggal di sini, setidaknya aku tau. Sang keponakan bercerita tentang kegalauannya. Ia berkerudung, namun tempat kerjanya di sebuah restoran tidak memperbolehkan pemakaian kerudung. Secara pribadi aku mengenal pemiliknya, bahkan sempat bekerja di sana sehari setelah wisuda, tanpa seleksi...(well, PM aja ya biar tau gimana caranya, yg jelas, aku tidak pernah melamar kesana..).

Dalam hal ini, aku jelas sudah tau. Tapi kemudian, ceritanya berlanjut. Keponakan ibu K, ah biar gampang sebut Y aja ya. Sebenarnya Y merasa tak nyaman. Pergi dan pulang ia dan dua temannya mengenakan kerudunga, namun melepasnya saat di tempat kerja, berganti seragam kerja dengan nuansa jawa yang sangat 'membentuk' tubuh.
Tahun 2014 ini, peraturan berubah, kini pemilik restoran membolehkan pengenaan kerudung bagi karyawannya. Kerudung kecil yang dimasukkan di baju bagian atasnya.

Sampai di sini, ternyata Y masih merasa galau. Meski telah diperbolehkan mengenakan kerudung, ia masih harus bertugas mengantarkan pesanan bir/ khamr bagi pelanggan restoran yang rata-rata wisatawan asing. Pernah suatu saat ia justru ditegur oleh wisatawan dari malaysia yg mampir ke restoran.
''Pakai kerudung kenapa menghantar bir?" begitu kira-kira
Y merasa malu sekali sekaligus sedih.
Terlebih saat pulang lembur hingga pukul 10 malam dan tak sengaja bertemu guru SD nya. Ia langsung menutup wajahnya, agar sang guru tak mengenalinya.

Fyi, Y sudah bertahan hingga 4 tahun bekerja di sana. Kini gajinya sekitar satu jutaan lebih. Bagi seorang murid lulusan SMK yang orang tuanya sangat membutuhkan bantuan darinya untuk membiayai adik-adiknya, tentu jumlah itu di kota kami bisa dibilang tak sedikit untuknya. Apalagi bila ada uang lembur dan tip yang semakin menebalkan kantongnya.
Terpikir untuk keluar karna rasa bersalah, tapi diurungkannya saat melihat orang tuanya. Kini ia bimbang, antara ketakutan akan dosa dan kebutuhan.

Ya, ini bukan sekali dua kali saja. Pernah dengar dr ust. Felix siauw tentang pramugari yang berniat berhijab dan terhalang pekerjaanya,bukan?
Sungguh, saat mendengar cerita itu,antara syukur dan prihatin bercampur. Bersyukur karna Y masih merasa bahwa hijab adalah indentitas bagi dirinya, namun prihatin karna aku tau betul bahwa pemilik pun adalah keluarga yang rajin menyambangi Baitullah, namun masih abai pada perintah Pemilik Semesta.

Keluar dari pekerjaan mungkin sedikit ekstrim bila kusarankan.Terlebih aku tidak benar-benar tau bagaimana pendapatnya.
Maka ini yang kukatakan agar disampaikan pada Y,
1. Melobi bagian Hrd, atau sekretaris pemilik agar bisa disampaikan pada pemilik, dan bisa bertukar posisi dengan karyawan di bagian lainnya. Sebelumnya tentu melobi sang kawan dulu.
Perusahaan ini adalah group, dimana terdapat beberapa usaha, mulai dr kerajinan perak, baju, hingga swalayan.
2. Sabar, bila belum juga ditanggapi, atau menunggu prosesnya, usahakan untuk tidak berdekatan dg khamr/ bir dan sejenisnya. Cukup menghantar makanan atau minuman halal.
3. Serahkan ke Allah, dan yakin Allah akan memberi jalan bagi hambaNya yang berbakti.

Kadang fenomena ini seperti biasa saja bagi sebagian orang. Padahal jelas telah melanggar aturanNya. Saat menyadari ada khamr di dalamnya, dulu saat aku masih bekerja di sana, kuputuskan langsung resign. Beberapa menyarakanku menunggu hasil lamaran kerja berikutnya, namun sungguh, meski saat itu belum hijrah, aku tahu benar bagaimana hukum khamr. Dan menjadi staf keuangan dr bagian yang menjualnya, sama saja. Antara miris dan prihatin.

Ah dan lagi soal hijab dan pekerjaan...Serasa akhirat yang di tandingan dengan dunia. Padahal pada keduanya harusnya tak pernah terjadi pertentangan. Kepentingan dunia sungguh hanya jalan bagi tercapainya tujuan akherat. Semoga kepada saudari-saudari kita yang memperjuangkan ketaatanya, Allah berikan jalan. Aamiin.

Kamis, Mei 01, 2014

Kaukah itu, Nak?

Aku duduk di sebuah bangku taman yang terbuat dr kayu dan besi. Biasa saja, tak ada yang istimewa. Di samping kanan bangku terdapat sebuah pohon, entah pohon apa, daunya yang lebat membuat tempat yang kuberada tak terkena sinar matahari yang panas.
Sebelah kiri bangku terdapat sebuah pohon semak. Duh, apa ya istilahnya, seperti pohon '''tetean'' kalo orang jawa bilang. Tanaman yang biasa ditanam di taman-taman dan terkadang bisa dibuat berbagai macam bentuk dengan cara memangkasnya.

Slide bergerak begitu cepat, entah apa yg kulakukan, dimana aku, aku tak sempat berpikir. Hingga datanglah seorang anak laki-laki. Umurnya mungkin sekitar delapan hingga sepuluh tahun. Perawakannya tak gemuk, tak juga kurus. Bajunya putih, dengan model seperti baju koko, tanpa peci di kepalanya. Rambutnya lurus, terlihat agak tipis-tipis, dan klimis.
Semua terlihat, kecuali wajahnya. Iya wajahnya! Dengan cepat ia mendatangiku, menarik tanganku, seolah ingin mengajakku ke suatu tempat. Tangannya dingin.
Aku mengikuti saja di belakangnya dengan setia, tanpa bisa mengungkapkan pertanyaan yang ada di kepalaku. Siapa dia? Kemana dia membawaku? Kenapa aku?

Aku menurut saja, seperti ibu yang diajak anaknyake suatu tempat kesukaanya. Tiba-tiba kami sudah berada di depan tanah lapang, dengan bunga penuh warna dan pohon yang tumbuh menyebar membentuk taman yang menghipnotis mata.
Sejenak badanku seolah melayang, merinding saat kutengok kembali anak itu di sebelahku.
Mashka?
Kaukah itu, Nak?

•••
Aku terbangun. Usai tilawah tadi ternyata aku tertidur. Mimpiku berlalu begitu saja, dan baru teringat saat asar.
Apapun itu, semoga Allah berikan barakahNya dg mimpi baik dan  jauhkan kita dari mimpi tipu daya syaitan. Aamiin.