Sabtu, Januari 25, 2014

Romantisme subuh

Romantis itu..
Saat kau genggam tanganku menyusuri jalan setapak
Terkadang kau di depan, mencari jalan yang tak tergenang air hujan semalam
Tapi lebih sering kita berjalang beriringan.
Melewati desa di samping rumah
Berangkat saat adzan mulai dikumandangkan
Mengejar qobliyah yangndiganjar lebih dari dunia seisinya..

Romantis itu..
Berdua menikmati pagi yang masih gelap
berjalan berempat, aku, kamu, dan bayangan kita...
berharap kelak menjadi enam, delapan, sepuluh....
Melangkahkan kaki menuju gubuk cinta
Menghirup udara yang masih bersih
Diiringi suara binatang2 sawah..

Romantis itu..
saat usai shubuh tilawah bersama,
kemudian menikmati pagi dengan canda

Karna romantis itu denganmu
yang syurgaku ada di ridhomu..

Senin, Januari 20, 2014

Mimpi Terindah



Aku menaiki sebuah tangga berlantai putih bersih. Sisinya terbuat dari kayunberwarna hijau lembut. Entah apa yang kulakukan di bangunan yang asing iru. Namu langkahku terus maju, melewati lorong berdinding putih, berlantai putih, dan bahkan langit2nya pun putih. Bersih, seolah tanpa cahayapun putihnya mampu menyinari. Aku terus berjalan, tiba2 kulihat seorang ibu, duduk di dekat sebuah box bayi. "Rumah sakitkah ini? Kenapa ibu itu seolah seperti saat aku menunggui Mashka di rumah sakit?'' batin hatiku.
Semakin dekat, wajah ibu itu semakin jelas, ya, aku mengenalnya. Kusapa beliau'
"Lho bu, putranya kenapa? kan dari kemari sehat2 saja to"
"Anak saya sakit, mbak..'' wajahnya sendu
Aku agak heran, karna setiap kali bertemu sapa, anaknya selalu terlihat sehat kok.
Yang lebih terasa aneh, kenapa ibu ini cuma seolah satu2nya pasien di bangunan yg kurasa seperti rumah sakit serba putih ini.
''Ibu yang sabar ya...Adek ga sakit ini. Sehat gini ko'', hiburku tulus, karna anaknya memang terlihat bugar.

Aku berbalik hendak pergi, tak sadar ternyata ada pintu di samping belakangku. Penasaran, kubuka pintu itu. Berbeda dengan suasana sebelumnya, kini aku berada di sebuah ruangan penuh warna pastel yg lembut. Wallpaper2 lucu khas ruang anak menghiasi dinding di ruangan itu. Terdapat banyak box bayi di situ, samping liri dan kanan juga ada 1 di bagian tengah, tepat didepan tempatku berdiri. Box bayi yang terlihat begitu nyaman dan empuk. Di dekat box paling belankang sebelah kanan ada pintu belakang, dan ehh, aku kaget karna kulihat lagi 2 orang yang kukenal.
''Kemana saja kamu din...kok lama banget'' tanyanta seolah telah menungguku.
Aku berjalan mendekatinya, ada bayi di box itu. Wajah itu...bayi itu mirip sekali dengan Mashka, namun mungkin usianya sudah hitungan bulan meski dalam bedong yg berwarna biru pastel. Pipinya berisi, agak kemerahan, aku menatapnya, ia membalasnya dan tersenyum padaku.
Tubuhku kaku, tak sadar mulutku berucap, ''Mashka...''
''Iya, ini Mashka, kok kamu malah diem'' ungkap wanita yg kukenal satu lagi.
"Mashka? Bener, mbak? Tapi Mashka kan...'' tenggorokanku tercekat tak berani melanjutkan kalimat.
''Heh, ya ini Mashka...''
Tak menunggu lama, segera kedekap bayi itu. Dalam gendonganku, kutatap kembali wajahnya, ya..ini Mashka...ini Mashka, hatiku berbunga.
Wajahnya bulat, pipinya berisi dan kemerahan..ia menyunggingkan tawa lucunya di dekapku sambil terus menatapku.
"Kamu ga sakit sayang...kamu sehat'' kataku..
"Iya ibu, Mashka tidak sakit, dia sehat sekali. Lihat saja, dia begitu sehat bukan? Dia hanya dirawat sebentar disini, sekarang boleh ibu bawa pulang..'' Suara itu datang dari seoeang wanita cantik keibuan yang baru datang dari pintu belakang. Pakaiannya putih bersih, sepertinya dia perawat. Nada bicaranya syahdu dan lembut. Juga tatapanya begitu menentramkan.
''Saya yang menjaganya selama ini...sekarang anda boleh membawanya pulang'' tambahnya dengan senyuman.

''Kita pulang ya, nak...Umi tak sabar bertilawah bersamamu lagi. Pasti Abi, uti dan kakung tak sabar juga bertemu denganmu...'' kataku sambil terus membawanya dalam gendongan seolang tak mau kulepaskan.
Wajah dalam gendonganku menatapku bersama tawa kecilnya...seolah dia sedang berkata padaku, ''Ummi, akhirnya kita bertemu...''

Ya, nak...Allah kabulkan doa umi...

=====================================

Kami menikmati sahur dengan haru usai kukabarkan aku baru saja bertemu sang buah hati. Aku tahu, rasa rindu yang sama besarnya juga Abinya rasakan. Air mata kami seolah bicara dalam diam sembari menikmati menu sahur.
Saat qiyamul lail, antara azan dan iqomah, usai tilawah, usai fardhu, usai dhuha, doa pertemuan dalam mimpi selalu kupanjatkan...Semoga ini jalan yg Allah beri, jawaban yg Allah beri. Ada kerinduan yang meluapn dan kesedihan kala terbangun, namun ada kebahagiaan tersendiri kala mengingat kembali ia begitu sehat dan lucu kini.
Semoga ini jauh dari hasutan syaitan, krn wudhu, syahadat,doa tidur, ayat kursyi, Al Fatihah, Al Ikhlas, Al Falaq dan An Nas yg selalu menemani sebelum lelapky. Allahumma amiin..

Kamis, Januari 09, 2014

Ini Kisah Hijabku...

''Sejak kapan kamu mulai pake jilbab?''
Begitu kurang lebih pertanyaan yang kerap kudengar dr teman/ kenalan yg mulai berhijab.

Jika ditanya kapan kadang masih bingung ngejawabnya. Karna dalam hidupku, ada proses panjang dalam urusan yang satu ini...HIJAB.

Perkenalanku dengan jilbab dimulai sejak memasuki bangku sekolah menengah pertama. Sejak Sd aku memang sudah pake jilbab, tp cm hari jumat sabtu saja, saat memakai pakaian seragam internal (aku bersekolah di swasta Islam).
Tapi sejak mendapati masa baligh di awal Smp, kakakku lsg agak memaksaku memilih seragam sekolah yg mengenakan jilbab. Awalnya masih ragu, namun kemudian mau juga.
Aku memang mengenakan jilbab di sekolah, tapi ketika keluar dari kewajiban berseragam, maka jilbab itu juga lepas dari kepala ku. Bahkan aku yg sempat agak tomboy kala itu, cenderung memilih topi dibanding jilbab.

Hingga suatu saat, pada tahun keduaku di smp, dipertemukanlah aku dengan seorang sahabat cantik yg menganggapku sbg kakak, meski kami setingkat. Masih ingat jelas percakapan kami di waktu istirahat kala itu:
AM : ''Mbak, aku boleh ngomong sesuatu nggak?'' tanyanya dg nada agak serius, berbeda dari biasanya.
Aku:''Tentu..kenapa''
AM: ''Tau nggak, mbak kayak BUNGLON deh, hihihi..." katanya sambil bercanda
Aku: ''Hee??? enak aja. Kok kaya bunglon siy?"
AM: Iya, soalnya mbak kadang pake jilbab kadang engga. Kalo di sekolah dipake jilbabnya, klo pas ga sekolah dilepas. Kan berubah2 kaya bunglon..hahaha''
Aku: "Eh..iya juga ya...awas kamu ya..''
AM: "Makanya, ga usah dilepas2 deh...kmn aja pake jilbabnya..kan makin cantik..."
Aku: ''Oooo...gitu ya...'' sambil mikir bener juga nih anak

Nah, dari situlah awal mulanya aku mulai belajar pake jilbab selain di sekolah. Eits, tapi tunggu, belum kelar ini ceritanya.
Meski sudah beridentitas muslimah berjilbab, jilbabnya juga pendek2, sesuai mode. Dari jaman bordir kartun sampai satin super tipis.(hiks, inget dosa lagi)
Nah, yg seperti ini lanjut dah sampe kuliah. Berjilbab tp tetep ikut gaya. Pas gaya pendek y pake pendek, pas ngetrend jilbab2 tipis, eh ikutan juga. Bajunya juga gitu...masih celanaan jins, pake rok kadang, tp baju masih kecil. Korban fashion banget pokoknya.

Sampai suatu ketika di semester pertengahan kuliah, aku sempat memutuskan ingin berhijab syari, kemana2 pake rok, gak jins lagi.Iya, sempet kok, tapi cuma bertahan beberapa minggu. Ini kali yg dibilang tobat tomat, ato esuk tempe sore dele. Penyebabnya karna ga tahan godaan masa muda utk selalu ngikut fashion, dandan, takut ga dibilang cantik (duuh, byk bgt ya dosanya). Saat itu mungkin krn masih ikut2an, bukan benar2 panggilan hati.

Semua itu berlangsung lama. Yup, terlebih saat musim fashion hijab. Sempet jualsn juga kok, dr pasmina ubel2, punuk onta, sampe makeup hijab. Semua berjalan seperti itu, bahkan hingga bbrp bulan lalu sbelum Mashka lahir. Dan kemudian lahirlah Mashka, semuanya berubah. Mashka adalah titik balik kehidupanku. Mashka adalah teguran untukku, rasanya seperti itu. Penciptaannya mungkin memang Allah tujukan untuk memberiku peringatan. Kerinduanku pada Mashka membawaku pada kerinduan syurga, kerinduan syurga membawaku kembali pada AlQur'an dan Sunah Rasulullah.

Maka sejak saat itu, hijab syar'ilah pilihanku. Hijab yg saat ini ramai dikampanyekan. Bukan, kali ini aku tak berhijrah krn ikut2an. Sebelum memutuskan untuk mengenakannya, hati ini sempat terombang ambing. Namun, yakin bahwa hidayah itu mahal, maka seluruh isi lemari yg tak bs kugunakan sesuai syar'i kuhibahkan. Tak peduli betapapun dulu aku menyukainya. Kepergian Mashka seolah membuka lebar mataku pada peristiwa setelah kehidupan.

Jangan salah sangka, dulupun aku ngerti kalo kiamat itu pasti, mati itu pasti, yaumil hisab itu pasti dan surga neraka itu ada. Aku tau. Namun, aku masih bs bersenda gurau, berpenampilan tak syari, dan melakukan pekerjaan sia2 (semoga Allah mengampuniku..aamiin). Rasa takut itu mungkin saja terkikis krn sifat2 yg secara tak sadar memang sudah mengotori hati.
Tentang berhijab syar'i, dulu pun sempat terpanggil, namun silau dunia masih menutup hati.
Tapi tidak setelah Allah memanggil Mashka kembali ke sisiNya. Dunia ini terasa begitu hina. Apapun yg sifatnya dunia sepertinya tak lagi penting. Aku tiba pada titik kehinaan sbg seorang hamba, seperti mualaf yang awalnya tak mengerti ajaran Islam yg memeluk Islam dengan hati...dan itulah akhirnya yg membuatku berhijab syari.

Jadi, mengejar syurga krn Mashka, bukan karna Allah?  Mungkin akan timbul pertanyaan seperti itu.
Mungkin akan terkesan seperti itu. Apapunlah. Tapi dibalik semua itu, rasa takut pd Allah semakin besar, rasa hina terhadap diri sendiri jg demikian. Hari perhitungan seolah akan terjadi esok hari, sementara dosa rasanya masih menumpuk.

Mungkin agak lebay siy ya...tapi seperti itu yg kurasakan. Terjemahan dan tafsir Qur'an dari dulu punya, namun tak pernah benar2 kubaca dan kuhayati maknanya. Tilawah tiap hari, tp cm spert formalitas, 'yg penting ngaji', tanpa ngerti maksudnya. Aku merasa masa laluku benar2 diliputi kebodohan dan sia2. Tapi syukurlah, Allah kirimkan Mashka untukku. Kembalinya  Mashka memberiku banyak pelajaran. Aku seperti dituntun pelahan mengenal orang2 baik dan menuntunku belajar bagaimana mjd muslim yang kaffah. (insyaAllah)

Komentar orang? Hmmm...jangan tanya,,
dari mulai " Kamu kedinginan? ko kerudungnya skr panjang amat, kaoskaian pula'' ''Kamu skr ikutan partai X?'' sampai ''Ga asik loe, ga dandan ky dulu lagi", dan banyak lagi. Menciutkah nyaliku seperti saat kuliah dulu? Tidak. Buat apa? karna dandanku hanya untuk suami, dan saat orang lain menghina, maka biarkan saja. Asal rapi, bersih, maka aku yakin ini hanya soal waktu.

Jadi apa sekarang sudah sempurna? Jauh dari itu. Dan entah bisa atau tidak, yang jelas aku masih harus banyak belajar, menuju Islam yang kaffah. Cukup...biar aku saja yg diperingati begini keras hingga menemukan cahayaNya, jangan kalian.
Hidayah begitu mahal,
ia hanya datang jika Allah sayang,
maka jangan sia2kan kala petunjukNya hadir menyapa hati.

''…  Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya).” (QS. asy-Syuraa: 13)

Semoga posting ini menjadi pelajaran dan silakan ambil hikmahnya. Semoga kita termasuk orang2 yg diberi petunjuk.

Jumat, Januari 03, 2014

Kerinduan di Masjid Kampus

Semalam aku mengikuti suatu majelis ilmu di Masjid ugm. Begitulah, selain mengerjakan tugas ibu rt, jahit menjahit, memburu majelis ilmu jd keasyikan tersendiri. Tak masalah, ketika mjd minoritas dlm penampilan krn sebagian besar akhwat2 mengenakan burqa (hijab penutup wajah), yg terpenting ilmunya dapet.

Semalam, bahasannya tentang jurus2 menjaga keharmonisan rumah tangga. Bagaimana kwajibang istri dan suami, bgmn saling memperlakukan satu sama lain, hakikat rumah tangga, dll.

Anak-anak kecil yg begitu banyak berlarian kesana kemari. Bahkan magribku sempat tak tuma'ninah karna mendengar tangisan bayi yg mungkin usianya masih hitungan 1-3 bulan. Di sekelilingku para ibu memangku anaknya, ada juga menggendong, menimang2 ananknya. Ada yg mengelus rambut anaknya saat anaknya mulai terlihat mengantuk..Ya, hal itu benar2 di sekelilingku. Di shaf depanku, disamping kanan kiri, di belakang, bahkan di luar shaf.

Ingatanku kembali pada april hingga juli lalu. Saat tiap selasa pagi aku membawa Mashka di perutku, kemudian menaiki tangga masjid ini...semakin hari semakin berat. Menunggu jam 9 untuk berangkat yoga hamil sembari dhuha dan menuntaskan target khatam sebelum kelahiran.
Mengelusnya lewat permukaan perut sembari mengajaknya berbicara...

"Nak, klo sudah lahir nanti, trus kamu uda bisa umi ajak jalan2, sering2 ke sini yuk ( maskam ugm). Habis umi ngiri tuh ibu2 itu bs ngajarin anaknya yg msih kecil ikutan dhuha sampai 6rakaat. Tumbuh jd anak sholeh ya, nak...Mencintai Allah dan RasulNya di atas segalanya."

Jika kemarin langgar dekat rumah, posting ini pun masih ttg kenangan Mashka di maskam ugm. Semalam sempat meneteskan airmata rindu yg tiba2 menyeruak di tengah kebisingan suara canda dan tangis anak2, serta suara al Ustadz yg sdg mengisi.

Tapi bagaimanapun jg, semalam pelajaran berharga juga kudapat. Pelajaran syukur dan intropeksi. Syukur akan visi rumah tangga yg kami bangun, syukur akan suami dan rumah yg menentramkan dan penuh kasih, intropeksi sbg istri, sbg ibu dan calon ibu, sebagai kaum yg sebagian bsr mjd bahan bakar jahanam bila kewajibannya sbg istri tak dipenuhi.

Terimakasi (lagi) ya Allah...