Selasa, Juli 24, 2012

Barokahkah Asetmu?


Saya bukan mau membuat tulisan tentang ceramah panjang kali lebar, karna ilmu yang saya punya sangat kurang dalam hal ini.
Tapi kenapa kemudian saya membuat judul yang agak konservatif itu. Jawabanya sederhana, karna tiba-tiba2 saya kepikiran topik ini. Itu saja, ga lebih dan ga kurang. Makanya dari pada cuma terlintas di pikiran dan "mandeg", mending saya share saja. Siapa tau akan ada yang memberi masukan.

Di bulan ramadhan ini pasti kata 'barokah' ga pernah absen dari penceramah saat pengajian menjelang berbuka puasa. Iya ato iya? Lalu sebenarnya, apa definisi barakah itu sendiri? Menurut kamus bahasa yang ditemukan di salah satu artikelnya mbak gugel begini:


Barakah disebut juga dengan berkah dalam istilah masyarakat Indonesia. Yang dimaksud dengan barakah adalah bertambah dan berkembangnya nilai sesuatu atau dalam bahasa Arab adalah الزيادة والنماء. Jadi, dengan kata lain objek oleh barakah adalah peningkatan nilai atau kualitas, bukan peningkatan kuantitas. Kegiatan mencari barakah disebut tabarruk atau ngalap berkah dalam istilah jawa.


Terus terang, bacanya saya bingung. Mungkin karna kalimatnya terlalu formal y. Ini otak uda susah kaku, jadi kalo liat2 yang formal bawaanya ga mudeng. #hahahak.
Saya mengenal kata barakah dari ibu saya. Beliau yang sejak kecil menanamkan bagaimana hidup itu menjadi barakah. Simpel, dulu beliau sering mencontohkan dengan uang senilai seribu rupiah. Waktu itu saya masih seumur SD, uang segitu uda gede. Uang saku saya kala itu 500 rupiah di kelas 6 sd. Sebagai anak-anak, kadang saya sedih lhoh, bener...soalnya dulu temen2 uang sakunya lebih gede. Disaat semua bisa jajan 'simbade' ( jajanan khas SD yang mirip2 kaya batagor) dg melimpah ruah, mungkin saat itu saya hanya bs menikmati 2 batang saja. Padahal pengen banget, tapi apa daya.
Suatu saat saya pernah mengajukan pertanyaan pada ibu, kenapa uang jajan yang beliau berikan selalu lebih kecil dibanding teman2.
Saat itu beliau bertanya: "Lho, kok kurang? bukannya kadang kamu bisa nabung?"
Saya mengangguk. Benar juga, saya masih bisa menabung walopun 50 rupiah, sedikit demi sedikit, biasanya dalam seminggu saya bisa beli bola bekel atau mainan orang2an kertas yang kami sebut "tengwulan". (betapa anehnya sebutan itu kalo dipikir,,,hahaha).
"Itu namanya barakah. Kamu ikhlas kan kalo di kasih uang saku segitu?" saya mengangguk lagi. "Biar kamu belajar 'prihatin' dan kalo kamu ikhlas, maka uang yang sedikit itu akan lebih bermanfaat. Coba tanya teman2mu, belum tentu mereka bisa menabung sepertimu".

Wow, saya di masa kecil cukup menerima utk yang namanya uang jajan. Tapi sering protes juga dalam hati. Tapi hal tersebut berlanjut sampai saya terus beranjak smp, sma, bahkan kuliah. Percaya atau tidak, justru kakak yang pernah protes untuk menaikkan uang sakuku. Well, he the best bro... #uhuk.

Semakin berumur, saya mulai memahami arti barakah lebih luas. Ketika itu, saya pernah magang di sebuah instansi pemerintahan. Saya ga perlu sebut namanya. Yang jelas uang di sana uda kaya aer, ngalir. Suatu saat saya pernah diminta untuk mengisi laporan belanja tahunan. DEG! sejenak saya kaget kenapa harga-harga peralatan dan perlengkapan yang tertulis melebihi harga aslinya ya? Sumpah, itu masih jaman ga melek berita. Sesampainya di rumah, seperti biasa aku menceritakannya pada ibu. Kali ini beliau menjelaskan makna barakah dari sumbernya. Bila sumber harta/ aset kita itu benar2 hasil dari kejujuran, maka kecilpun akan bermanfaat. Sebalikanya jika sumbernya dari sesuatu yang meragukan, terlebih lagi salah, sekalipun besar pasti habisnya gitu aja. Ga tau kemana.
Setelahnya, beliau memberi nasehat untuk kelak suatu saat menjaga harta dari sesuatu yang meragukan dan haram.

Waktu berputar, mulai menjajaki dunia pekerjaan. Dari magang sampai pegawe, dari swasta sampe instansi negara...dan selalu sangat bersyukur ketika pada akhirnya saya di sini sekarang, bergelut dengan dunia perdagangan. Jangan salah, bukan tidak ada yang meragukan atau haram di dunia ini. Saya pernah bertemu dengan seseorang yang sering mengikuti pameran yang diadakan oleh instansi di daerah atau provinsi bahkan ke luar negri. Saya cukup excited bertemu bliau untuk menanyakan beberapa persyaratan dan bla bla yng lain. Beliau mulai memaparkan caranya dari awal hingga akhir, sampe akhirnya sampai pada komisi. Yap, beliau menjelaskan bahwa jarang ada pengusahan yang tidak memberi komisi spt beliau kepada pejabat bersangkutan. Bahkan untuk urusan pribadinya. Saya mundur pelahan dan tidak lagi setertark sebelumnya.
Saya jadi ingat pak Jamil Azzaini ketika mengisi beberapa waktu sebelumnya. Beliau pernah mendapat tawaran untuk bisa menjadi pembicara di tingkat pejabat nasional namun dengan memberi komisi kepada 'si broker' tsb. Meskipun bayarannya bisa melebihi 2x trainingnya, beliau dengan tegas menolaknya.
Kalo sekelas itu saja bisa ditolak, apa kabar denganku yang masih belajar? Lebih baik menaiki tangga dari bawah.

Jadi, barakah atau tidaknya sebuah harta tergantung ketegasan kita. Saya mungkin pernah mendapatkan harta yang tidak jelas dulu ketika masih di instansi, ya, karena rantai sistem dan godaan tentu saja. Namun, sekarang saya sadar, dimana barakah itu. Sekuat tenaga akan saya perjuangkan, dan semoga Anda juga. Silahkan cari dunia segiat2nya, tapi cari akherat lebih perlu, secara kita besok lama tinggal di sana.

Semoga keberkahan selalu menyertai langkah kita. Amien...







Kamis, Juli 19, 2012

Marhaban Ya Ramadhan

Kali ini saya telat mengucapkan selamat datang kepada ramadhan di blog. Karna ini sudah menjelang magrib, dimana kami sekeluarga segera menutup puasa sunah kami dan memulai yang wajib di esok hari.

Ramadhan, sebuah bulan yang jika dinilai memiliki nilai yang paling baik diantara bulan2 yang lain. Selamat datang kembali ramadhan...bahagianya bertemu kembali denganmu

Readers, sambung besok ya...sudah waktunya berbuka. Mohon maaf lahir bathin kalo sempat ada kata yang salah ^_^